ARTIKEL

  • BUDAYA
  • KEAGAMAAN

Selasa, 05 April 2016

sek dan pernikahan

p
-->
PERNIKAHAN DAN SEK PRA NIKAH
A. Pengertian dan Tujuan Perkawinan
Menurut Undang-Undang no 1 tahun 1974, pasal 1 pengertian perkawinan sebagai berikut :
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istridengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Sujaelanto : 2004 : 1)
Dalam Buku Pokok Pokok Hukum Perdata dijelaskan tentang definisi perkawinan sebagai berikut: ‘Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama”(Subekti, 1985: 23).
Wirjono Projodikoro, Perkawinan merupakan hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita, untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui Negara (Sumiarni, 2004: 4).
Dipandang dari segi sosial kemasyarakatan tersebut maka Harry Elmer Barnes mengatakan Perkawinan ( wiwaha) adalah sosial institution atau pranata sosial yaitu kebiasaan yang diikuti resmi sebagai suatu gejala-gejala sosial. tentang pranata sosial untuk menunjukkan apa saja bentuk tindakan sosial yang diikuti secara otomatis, ditentukan dan diatur dalam segala bentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia, semua itu adalah institution (Pudja, 1963: 48).
Berdasar Undang-Undang no 1 tahun 1974, pasal 1 tujuan dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan terpenuhinya kebutuhan jasmanai dan rohani bukan hanya untuk melegalkan suatu hubungan sek.
Perkawinan dalam perspektif Hindu mengandung makna untuk secara sempurna melaksanakan ajaran agama (dharma), melahirkan putra suputra dan berbudi pekerti yang luhur, serta memuskan dorongan nafsu seksual sesuai dengan ajaran agama dan hukum yang berlaku.
Azas perkawinan Hindu adalah monogami, dengan sistem perkawinan laki-laki sebagai kepala rumah tangga (patriarchat) dalam keadaan seseorang tidak memiliki anak laki-laki, anak perempuan dapat distatuskan sebagai purusa (laki-laki) untuk melanjutkan keturunan, pemeliharaan tempat suci keluarga dan pewarisan
Perempuan Hindu menurut Veda dan Susastra Hindu memiliki kedudukan yang tinggi, terhormat, sebagai sarjana, dapat memimpin pasukan ke medan perang, sebagai guru, sebagai ibu atau calon ibu yang akan melahirkan putra suputra, perwira dan berbudhi pekerti yang luhur.
B. Syarat Perkawinan
Syarat perkawinan agama Hindu adalah :
a. perkawinan harus dilaksanakan atas dasar persetujuan dari kedua mempelai.
b. Untuk orang yang belum berumur 21 tahun harus dengan seijin orang tua.
c. Kedua mempelai telah beragama Hindu.
d. Dalam upacara terdapat persaksian yang meliputi manusia saksi (Kerabat), Dewa Saksi (Sang Hyang Widhi), Bhuta Saksi (leluhur).
e. Dalam perkawinan Hindu harus dilaksanakan dengan Samkara (upacara Suci)
f. Perkawinan Hindu Harus disahkan oleh seorang Pendeta/Pinandita.
Menurut agama Hindu dalam kitab Manava Dharmasastra III. 21 disebutkan 8 bentuk perkawinan sebagai berikut:
  1. Brahma wiwaha adalah bentuk perkawinan yang dilakukan dengan memberikan seorang wanita kepada seorang pria ahli Veda dan berkelakukan baik yang diundang oleh pihak wanita.
  2. Daiwa wiwaha adalah bentuk perkawinan yang dilakukan dengan memberikan seorang wanita kepada seorang pendeta pemimpin upacara.
  3. Arsa wiwaha adalah bentuk perkawinan yang terjadi karena kehendak timbal-balik kedua belah pihak antar keluarga laki-laki dan perempuan dengan menyerahkan sapi atau lembu menurut kitab suci.
  4. Prajapatya wiwaha adalah bentuk perkawinan dengan menyerahkan seorang putri oleh ayah setelah terlebih dahulu menasehati kedua mempelai dengan mendapatkan restu yang berbunyi semoga kamu berdua melakukan dharmamu dan setelah memberi penghormatan kepada mempelai laki-laki.
  5. Asuri wiwaha adalah bentuk perkawinan jika mempelai laki-laki menerima wanita setelah terlebih dahulu ia memberi harta sebanyak yang diminta oleh pihak wanita.
  6. Gandharva wiwaha adalah bentuk perkawinan berdasarkan cinta sama cinta dimana pihak orang tua tidak ikut campur walaupun mungkin tahu.
  7. Raksasa wiwaha adalah bentuk perkawinan di mana si pria mengambil paksa wanita dengan kekerasan. Bentuk perkawinan ini dilarang.
  8. Paisaca wiwaha adalah bentuk perkawinan bila seorang laki-lak dengan diam-diam memperkosa gadis ketika tidur atau dengan cara memberi obat hingga mabuk. Bentuk perkawinan ini dilarang.



Manava dharmasastra IX. 96 sebagai berikut:
Prnja nartha striyah srstah samtarnartham ca manavah
Tasmat sadahrano dharmah crutam patnya sahaditah”
Untuk menjadi Ibu, wanita diciptakan dan untuk menjadi ayah, laki-laki itu diciptakan. Upacara keagamaan karena itu ditetapkan di dalam Veda untuk dilakukan oleh suami dengan istrinya (Pudja dan Sudharta, 2002: 551)

Menurut I Made Titib dalam makalah “Menumbuhkembangkan pendidikan agama pada keluarga” disebutkan bahwa tujuan perkawinan menurut agama Hindu adalah mewujudkan 3 hal yaitu:
  1. Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama melaksanakan Dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban agama seperti melaksanakan Yajña , sebab di dalam grhastalah aktivitas Yajña dapat dilaksanakan secara sempurna.
  2. Praja, kedua mempelai mampu melahirkan keturunan yang akan melanjutkan amanat dan kewajiban kepada leluhur. Melalui Yajña dan lahirnya putra yang suputra seorang anak akan dapat melunasi hutang jasa kepada leluhur (Pitra rna), kepada Deva (Deva rna) dan kepada para guru (Rsi rna).
  3. Rati, kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan-kepuasan lainnya (Artha dan kama) yang tidak bertentangan dan berlandaskan Dharma.
Lebih jauh lagi sebuah perkawinan ( wiwaha) dalam agama Hindu dilaksanakan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sesuai dengan undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 yang dijelaskan bahwa perkawinan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal maka dalam agama Hindu sebagaimana diutarakan dalam kitab suci Veda perkawinan adalah terbentuknya sebuah keluarga yang berlangsung sekali dalam hidup manusia. Hal tersebut disebutkan dalam kitab Manava Dharmasastra IX. 101-102 sebagai berikut:
“Anyonyasyawayabhicaroghaweamarnantikah,
Esa dharmah samasenajneyah stripumsayoh parah”
“Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati, singkatnya ini harus dianggap sebagai hukum tertinggi sebagai suami istri”.
“Tatha nityam yateyam stripumsau tu kritakriyau,
Jatha nabhicaretam tau wiyuktawitaretaram”
“Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam ikatan perkawinan, mengusahakan dengan tidak jemu-jemunya supaya mereka tidak bercerai dan jangan hendaknya melanggar kesetiaan antara satu dengan yang lain” (Pudja, dan Sudharta, 2002: 553).
FENOMENA SEX PRA NIKAH

bukti kongkrit :
  • banyak terjadi aborsi yang disebabpkan kehamilan diluar nikah
  • perilaku sek bebas banyak dilakukan oleh mahasiswa yang ngekos
  • Salah seorang mahasiswa sebuah PTS di Jogja bahkan mengaku kalau dia menjadi bagian dari gaya hidup seks pra nikah sejak tahun 2000. Dia merasa gelisah dan pusing bila tidak melakukan hubungan intim, hanya hari Minggu saja mereka "libur".
  • banyak wanita muda yang berpakaian sangat ketat dan merangsang bagi laki laki sehingga memicu nafsu sek lelaki
  • Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Provinsi Jawa Barat di enam kabupaten pada 2009, terdapat sekitar 29 persen remaja di Jawa Barat pernah melakukan hubungan seks pranikah
  • Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) melakukan polling di kota Bandung dan hasilnya adalah 44,8% mahasiswi dan juga remaja Kota Bandung sudah pernah melakukan hubungan intim (seks).
  • Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah. Yang lebih mengenaskan, semua responden mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan


SEK PRA NIKAH DALAM PANDANGAN AGAMA HINDU
  • Bila dari hubungan tersebut menimbulkan anak maka anak tersebut tidak suci dan dianggap kotor karena benih kedua belah pihak belum disucikan melalui wiwaha samskara
  • hubungan seksual berarti menyatukan dua unsur utama kehidupan sehingga penyatuan tersebut harus disucikan
  • air mani sebagai sumber kekuatan spiritual yang sangat tinggi dan dahsyat sehingga penggunaanya harus benar benar hati hati dan disesuaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar