ARTIKEL

  • BUDAYA
  • KEAGAMAAN

Selasa, 05 April 2016

PERKAWINAN DAN SEK PRA NIKAH


-->
PERNIKAHAN DAN SEK PRA NIKAH
A. Pengertian dan Tujuan Perkawinan
Menurut Undang-Undang no 1 tahun 1974, pasal 1 pengertian perkawinan sebagai berikut :
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istridengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Sujaelanto : 2004 : 1)
Dalam Buku Pokok Pokok Hukum Perdata dijelaskan tentang definisi perkawinan sebagai berikut: ‘Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama”(Subekti, 1985: 23).
Wirjono Projodikoro, Perkawinan merupakan hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita, untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui Negara (Sumiarni, 2004: 4).
Dipandang dari segi sosial kemasyarakatan tersebut maka Harry Elmer Barnes mengatakan Perkawinan ( wiwaha) adalah sosial institution atau pranata sosial yaitu kebiasaan yang diikuti resmi sebagai suatu gejala-gejala sosial. tentang pranata sosial untuk menunjukkan apa saja bentuk tindakan sosial yang diikuti secara otomatis, ditentukan dan diatur dalam segala bentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia, semua itu adalah institution (Pudja, 1963: 48).

Berdasar Undang-Undang no 1 tahun 1974, pasal 1 tujuan dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan terpenuhinya kebutuhan jasmanai dan rohani bukan hanya untuk melegalkan suatu hubungan sek.
Perkawinan dalam perspektif Hindu mengandung makna untuk secara sempurna melaksanakan ajaran agama (dharma), melahirkan putra suputra dan berbudi pekerti yang luhur, serta memuskan dorongan nafsu seksual sesuai dengan ajaran agama dan hukum yang berlaku.
Azas perkawinan Hindu adalah monogami, dengan sistem perkawinan laki-laki sebagai kepala rumah tangga (patriarchat) dalam keadaan seseorang tidak memiliki anak laki-laki, anak perempuan dapat distatuskan sebagai purusa (laki-laki) untuk melanjutkan keturunan, pemeliharaan tempat suci keluarga dan pewarisan
Perempuan Hindu menurut Veda dan Susastra Hindu memiliki kedudukan yang tinggi, terhormat, sebagai sarjana, dapat memimpin pasukan ke medan perang, sebagai guru, sebagai ibu atau calon ibu yang akan melahirkan putra suputra, perwira dan berbudhi pekerti yang luhur.

B. Syarat Perkawinan
Syarat perkawinan agama Hindu adalah :
a. perkawinan harus dilaksanakan atas dasar persetujuan dari kedua mempelai.
b. Untuk orang yang belum berumur 21 tahun harus dengan seijin orang tua.
c. Kedua mempelai telah beragama Hindu.
d. Dalam upacara terdapat persaksian yang meliputi manusia saksi (Kerabat), Dewa Saksi (Sang Hyang Widhi), Bhuta Saksi (leluhur).
e. Dalam perkawinan Hindu harus dilaksanakan dengan Samkara (upacara Suci)
f. Perkawinan Hindu Harus disahkan oleh seorang Pendeta/Pinandita.


Menurut agama Hindu dalam kitab Manava Dharmasastra III. 21 disebutkan 8 bentuk perkawinan sebagai berikut:
  1. Brahma wiwaha adalah bentuk perkawinan yang dilakukan dengan memberikan seorang wanita kepada seorang pria ahli Veda dan berkelakukan baik yang diundang oleh pihak wanita.
  2. Daiwa wiwaha adalah bentuk perkawinan yang dilakukan dengan memberikan seorang wanita kepada seorang pendeta pemimpin upacara.
  3. Arsa wiwaha adalah bentuk perkawinan yang terjadi karena kehendak timbal-balik kedua belah pihak antar keluarga laki-laki dan perempuan dengan menyerahkan sapi atau lembu menurut kitab suci.
  4. Prajapatya wiwaha adalah bentuk perkawinan dengan menyerahkan seorang putri oleh ayah setelah terlebih dahulu menasehati kedua mempelai dengan mendapatkan restu yang berbunyi semoga kamu berdua melakukan dharmamu dan setelah memberi penghormatan kepada mempelai laki-laki.
  5. Asuri wiwaha adalah bentuk perkawinan jika mempelai laki-laki menerima wanita setelah terlebih dahulu ia memberi harta sebanyak yang diminta oleh pihak wanita.
  6. Gandharva wiwaha adalah bentuk perkawinan berdasarkan cinta sama cinta dimana pihak orang tua tidak ikut campur walaupun mungkin tahu.
  7. Raksasa wiwaha adalah bentuk perkawinan di mana si pria mengambil paksa wanita dengan kekerasan. Bentuk perkawinan ini dilarang.
  8. Paisaca wiwaha adalah bentuk perkawinan bila seorang laki-lak dengan diam-diam memperkosa gadis ketika tidur atau dengan cara memberi obat hingga mabuk. Bentuk perkawinan ini dilarang.



Manava dharmasastra IX. 96 sebagai berikut:
Prnja nartha striyah srstah samtarnartham ca manavah
Tasmat sadahrano dharmah crutam patnya sahaditah”
Untuk menjadi Ibu, wanita diciptakan dan untuk menjadi ayah, laki-laki itu diciptakan. Upacara keagamaan karena itu ditetapkan di dalam Veda untuk dilakukan oleh suami dengan istrinya (Pudja dan Sudharta, 2002: 551)


Menurut I Made Titib dalam makalah “Menumbuhkembangkan pendidikan agama pada keluarga” disebutkan bahwa tujuan perkawinan menurut agama Hindu adalah mewujudkan 3 hal yaitu:
  1. Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama melaksanakan Dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban agama seperti melaksanakan Yajña , sebab di dalam grhastalah aktivitas Yajña dapat dilaksanakan secara sempurna.
  2. Praja, kedua mempelai mampu melahirkan keturunan yang akan melanjutkan amanat dan kewajiban kepada leluhur. Melalui Yajña dan lahirnya putra yang suputra seorang anak akan dapat melunasi hutang jasa kepada leluhur (Pitra rna), kepada Deva (Deva rna) dan kepada para guru (Rsi rna).
  3. Rati, kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan-kepuasan lainnya (Artha dan kama) yang tidak bertentangan dan berlandaskan Dharma.
Lebih jauh lagi sebuah perkawinan ( wiwaha) dalam agama Hindu dilaksanakan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sesuai dengan undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 yang dijelaskan bahwa perkawinan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal maka dalam agama Hindu sebagaimana diutarakan dalam kitab suci Veda perkawinan adalah terbentuknya sebuah keluarga yang berlangsung sekali dalam hidup manusia. Hal tersebut disebutkan dalam kitab Manava Dharmasastra IX. 101-102 sebagai berikut:
“Anyonyasyawayabhicaroghaweamarnantikah,
Esa dharmah samasenajneyah stripumsayoh parah”
“Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati, singkatnya ini harus dianggap sebagai hukum tertinggi sebagai suami istri”.

“Tatha nityam yateyam stripumsau tu kritakriyau,
Jatha nabhicaretam tau wiyuktawitaretaram”
“Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam ikatan perkawinan, mengusahakan dengan tidak jemu-jemunya supaya mereka tidak bercerai dan jangan hendaknya melanggar kesetiaan antara satu dengan yang lain” (Pudja, dan Sudharta, 2002: 553).

FENOMENA SEX PRA NIKAH

bukti kongkrit :
  • banyak terjadi aborsi yang disebabpkan kehamilan diluar nikah
  • perilaku sek bebas banyak dilakukan oleh mahasiswa yang ngekos
  • Salah seorang mahasiswa sebuah PTS di Jogja bahkan mengaku kalau dia menjadi bagian dari gaya hidup seks pra nikah sejak tahun 2000. Dia merasa gelisah dan pusing bila tidak melakukan hubungan intim, hanya hari Minggu saja mereka "libur".
  • banyak wanita muda yang berpakaian sangat ketat dan merangsang bagi laki laki sehingga memicu nafsu sek lelaki
  • Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Provinsi Jawa Barat di enam kabupaten pada 2009, terdapat sekitar 29 persen remaja di Jawa Barat pernah melakukan hubungan seks pranikah
  • Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) melakukan polling di kota Bandung dan hasilnya adalah 44,8% mahasiswi dan juga remaja Kota Bandung sudah pernah melakukan hubungan intim (seks).
  • Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah. Yang lebih mengenaskan, semua responden mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan



SEK PRA NIKAH DALAM PANDANGAN AGAMA HINDU

  • Bila dari hubungan tersebut menimbulkan anak maka anak tersebut tidak suci dan dianggap kotor karena benih kedua belah pihak belum disucikan melalui wiwaha samskara
  • hubungan seksual berarti menyatukan dua unsur utama kehidupan sehingga penyatuan tersebut harus disucikan
  • air mani sebagai sumber kekuatan spiritual yang sangat tinggi dan dahsyat sehingga penggunaanya harus benar benar hati hati dan disesuaikan.

WIWAHA SAMKARA JAWA


-->
WIWAHA SAMKARA DALAM AJARAN AGAMA HINDU DAN PELAKSANAANYA DI MASYARAKAT JAWA
Standar Kompetensi : Memahami perkawinan menurut Hindu (wiwaha)
Kompetensi Dasar :
Ø Menguraikan pengertian, tujuan dan hakikat wiwaha
Ø Menjelaskan system dan pelaksanaan perkawinan (wiwaha)
Ø Menguraikan syarat-syarat wiwaha
Ø Menunjukkan contoh-contoh perkawinan menurut daerah setempat
A. Pengertian dan Tujuan Perkawinan
Menurut Undang-Undang no 1 tahun 1974, pasal 1 pengertian perkawinan sebagai berikut :
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istridengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Sujaelanto : 2004 : 1)
Berdasar Undang-Undang no 1 tahun 1974, pasal 1 tujuan dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan terpenuhinya kebutuhan jasmanai dan rohani bukan hanya untuk melegalkan suatu hubungan sek.
B. Syarat Perkawinan
Syarat perkawinan agama Hindu adalah :
a. perkawinan harus dilaksanakan atas dasar persetujuan dari kedua mempelai.
b. Untuk orang yang belum berumur 21 tahun harus dengan seijin orang tua.
c. Kedua mempelai telah beragama Hindu.
d. Dalam upacara terdapat persaksian yang meliputi manusia saksi (Kerabat), Dewa Saksi (Sang Hyang Widhi), Bhuta Saksi (leluhur).
e. Dalam perkawinan Hindu harus dilaksanakan dengan Samkara (upacara Suci)
f. Perkawinan Hindu Harus disahkan oleh seorang Pendeta/Pinandita.
g. Orang yang menikah harus dalam lingkup Kasta yang sama untuk mempertahankan setatus keturunanya.
C. Jenis – Jenis Perkawinana Menurut Sastra Hindu
Dalam sasrta agama Hindu yaitu dalam kitab Manawa dharmasastra menjelaskan beberapa jenis atau tipe perkawinan yaitu sebagai berikut :
1. Brahma Wiwaha yaitu pemberian anak wanita kepada seorang pria yang ahli weda dan berperilaku baik dan setelah menghormati tamu-tamu yang telah diundang oleh pihak wanita.
2. Daiwa wiwaha yaitu pemberian anak kepada seorang pendeta yang melaksanakan upacara atau teah berjasa
3. ArsaWiwaha yaitu perkawinan yang dilakukan sesuai dengan peraturan setelah pihak wanita menerima seekor atau dua pasang lembu dari calon mempelai laki-laki
4. Prajapati wiwaha yaitu pemberian anak wanita kepasda laki-laki setelah berpesan dengan mantra “semoga kamu berdua melaksanakan kewajibanmu bersama” dan setelah melaksanakan penghormatan kepada pengantin pria.
5. Asura Wiwaha yaitu perkawinan dimana setelah pengantin pria memberikan mas kawin semampunya dan didorong oleh keinginanya sendiri kepada wanita dan ayahnya menerima wanita tersebut untuk dimiliki.
6. Gandharwa wiwaha yaitu perkawinan yang suka sama suka antara seorang pria dengan seorang wanita.
7. Raksasa wiwaha yaitu perkawinan dengan cara menculik gadis dengan cara paksa atau dengan kekerasan
8. Paisca wiwaha yaitu perkawinan dengan menuri paksa, membuat bingung atau mabuk.
Dalam ajaran agama Hindu bentuk perkawinan raksasa wiwaha dan paisca wiwaha dilarang karena melanggar hak asasi manusia dan dilaksanakan tanpa kemurnian dan ketulusan dari masing-masing pihak. Sedangkan dalam Manawa dharmasastra disebutkan bahwa melakukan perkawinan yang dilarang yaitu karena adanya hubungan sepinda atau kekeluargaan yang terlalu dekat.
D. Urutan Tata Cara Wiwaha Samkara di Jawa.
Dalam tradisi perkawinan di desa tagung biasanya menggunakan urutan atau langkah langkah sebagai berikut :
1. Nontoni;
Kegiatan ini dilakukan calon mempelai laki-laki dengan berkunjung ke rumah calon mempelai wanita dengan melihat lebih dekat keberadaan dan reaksi keluarga wanita dan dan memberitahu bahwa pihak laki-laki akan mengadakan lamaran ke pihak wanita.
2. Ngelamar atau meminang;
Dalam ivent ini calon suami datang bersama bersama beberapa keluarganya yang dianggap mampu, dengan maksud melamar atau meminang calon istri, Dan membicarakan kapan dan bagaimanatata cara perkawinan yang akan dilaksanakan.
3. Asok Tukon (peningset)
Dalam ivent ini Pihak calon suami mengutus utusan ke pihak wanita dengan
membawa tanda ikat berupa cincin, uang, atau kebutuhan hidup lainya. Dalam budaya masyarakat di desa Tagung ivent ini tekadang ada yang melaksanakanya beberapa hari sebelum upacara pernikahan pernikahan, tetapi ada juga yang melakukanya pada hari yang sama dengan hari pernikahan.
4. Kumba Karnan;
Yaitu ivent dimana pada keluarga yang akan mengadakan “Wiwaha Samkara” mengundang sanak saudara, tetangga dan tokoh masyarakat setempat, yang mana pada hari saat pernikahan maupun sebelum dan sesudahnya akan dimintai bantuanya baik tenaga maupun pikiran. Dalam ivent ini juga dilakukan pembagian tugas pada saat pelaksanaan “Wiwaha Samkara”.
5. Tarub.
Yaitu suatu kegiatan dimana pihak mempalai yang akan mengadakan upacara
pernikahan membuat bangunan sementara untuk acara pernikahan maupun mempersiapkan segala peralatan maupun perlengkapan untuk pesta di hari pernikahan tersebut. Pada ivent ini juga dilakukan pembuatan sesaji untuk Bhuta kala supaya tidak menggangu jalanya acara, biasanya yang melakukan ini bila yang punya pesta pihak wanita.
6. Midodareni;
Ivent ini dilaksanakan satu hari sebelum acara puncak wiwaha samkara dilaksanakan.
Secara umum yang dilakukan yaitu pihak keluarga wanita menyiapkan segala keperluan untuk upacara perkawinan esok harinya. Seperti membuat kembar mayang dan mulai merawat pengantin wanita. Namun secara spiritual atau pada intinya pada ivent ini dilaksanakan upacara pemanggilan para Dewa, dan leluhur.
7. Panggih atau Temu.
Merupakan puncak acara dari Wiwaha Samkara, dimana pengantin dinikahkan secara sah menurut hukum agama maupun secara hukum pemerintahan yang berlaku. Dan pada hari tersebut biasanya digelar juga pesta dengan mengundang kerabat maupun relasi.
Yang perlu diketahui sebelum diresmikanya uu no 1 th 1974 di negara indonesia diperbolehkan nikah beda agama, namun setelah terbitnya uu tersebut pernikahan harus dilaksanakan dalam satua agama dalam arti calon suami dan istri harus beragama sama.

PRANA DAN KEHIDUPAN

banyak orang yang mengetahui istilah prana. prana secara umum disebut udara pernapasan. berdasar riset dari para yogi dalam satu hari seseorang dalam kondisi normal melakukan proses menarik nafas sebanyak 21.600 kali.
dari analisis para yogi dan orang orang jaman dahulu bahwasanya semakin pendek nafas seseorng maka semakin pendek pula umur seseorang tersebut.
Rsi patajali menyatakan bahwasanya tanpa mendalami pranayama maka seseorang tak akan bisa membersihkan dan menjernihkan tubuh dan piikiranya sehingga bagi para penganut yoga latihan pernafasan sangatlah mutlak untuk dilaksanakan.

MANFAAT PRANAYAMA
pranayama berkaitan langsung dengan energi kosmik yang memiliki sumber energi. sumber energi ini dilatih tiap hari oleh para praktisi yoga untuk mendapatkan full energi. dngan melatih pranayama badan seseorang akan dibersihkan dengan energi kosmik sehingga badan akan lebih nampak cemerlang sehingga terpancar aura positif dari dalamnya.
disisi lain adapun manfaat prana sebagai berikut :
1. Usaha untuk meningkatkan kemampuan kecerdasan emosional kita seperti sabar dan ikhlas.

2. Meningkatkan kemampuan evaluasi diri terhadap apa dan bagaimana hari ini untuk menyiapkan hari esok.

3. Ibarat lampu, muhasabah adalah lampu yang menerangi dirinya sendiri dengan melalui mengingatkan dan menasehati diri sendiri, seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, 'Sesungguhnya orang yang bertaqwa bila mereka ditimpa was-was, mereka ingat Allah. Maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya (QS. al-A'raf : 201).

4. Membawa kedamaian dan ketenangan hidup.

5. Terhindar dari distress dan strain expressed.

sek dan pernikahan

p
-->
PERNIKAHAN DAN SEK PRA NIKAH
A. Pengertian dan Tujuan Perkawinan
Menurut Undang-Undang no 1 tahun 1974, pasal 1 pengertian perkawinan sebagai berikut :
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istridengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Sujaelanto : 2004 : 1)
Dalam Buku Pokok Pokok Hukum Perdata dijelaskan tentang definisi perkawinan sebagai berikut: ‘Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama”(Subekti, 1985: 23).
Wirjono Projodikoro, Perkawinan merupakan hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita, untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui Negara (Sumiarni, 2004: 4).
Dipandang dari segi sosial kemasyarakatan tersebut maka Harry Elmer Barnes mengatakan Perkawinan ( wiwaha) adalah sosial institution atau pranata sosial yaitu kebiasaan yang diikuti resmi sebagai suatu gejala-gejala sosial. tentang pranata sosial untuk menunjukkan apa saja bentuk tindakan sosial yang diikuti secara otomatis, ditentukan dan diatur dalam segala bentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia, semua itu adalah institution (Pudja, 1963: 48).
Berdasar Undang-Undang no 1 tahun 1974, pasal 1 tujuan dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan terpenuhinya kebutuhan jasmanai dan rohani bukan hanya untuk melegalkan suatu hubungan sek.
Perkawinan dalam perspektif Hindu mengandung makna untuk secara sempurna melaksanakan ajaran agama (dharma), melahirkan putra suputra dan berbudi pekerti yang luhur, serta memuskan dorongan nafsu seksual sesuai dengan ajaran agama dan hukum yang berlaku.
Azas perkawinan Hindu adalah monogami, dengan sistem perkawinan laki-laki sebagai kepala rumah tangga (patriarchat) dalam keadaan seseorang tidak memiliki anak laki-laki, anak perempuan dapat distatuskan sebagai purusa (laki-laki) untuk melanjutkan keturunan, pemeliharaan tempat suci keluarga dan pewarisan
Perempuan Hindu menurut Veda dan Susastra Hindu memiliki kedudukan yang tinggi, terhormat, sebagai sarjana, dapat memimpin pasukan ke medan perang, sebagai guru, sebagai ibu atau calon ibu yang akan melahirkan putra suputra, perwira dan berbudhi pekerti yang luhur.
B. Syarat Perkawinan
Syarat perkawinan agama Hindu adalah :
a. perkawinan harus dilaksanakan atas dasar persetujuan dari kedua mempelai.
b. Untuk orang yang belum berumur 21 tahun harus dengan seijin orang tua.
c. Kedua mempelai telah beragama Hindu.
d. Dalam upacara terdapat persaksian yang meliputi manusia saksi (Kerabat), Dewa Saksi (Sang Hyang Widhi), Bhuta Saksi (leluhur).
e. Dalam perkawinan Hindu harus dilaksanakan dengan Samkara (upacara Suci)
f. Perkawinan Hindu Harus disahkan oleh seorang Pendeta/Pinandita.
Menurut agama Hindu dalam kitab Manava Dharmasastra III. 21 disebutkan 8 bentuk perkawinan sebagai berikut:
  1. Brahma wiwaha adalah bentuk perkawinan yang dilakukan dengan memberikan seorang wanita kepada seorang pria ahli Veda dan berkelakukan baik yang diundang oleh pihak wanita.
  2. Daiwa wiwaha adalah bentuk perkawinan yang dilakukan dengan memberikan seorang wanita kepada seorang pendeta pemimpin upacara.
  3. Arsa wiwaha adalah bentuk perkawinan yang terjadi karena kehendak timbal-balik kedua belah pihak antar keluarga laki-laki dan perempuan dengan menyerahkan sapi atau lembu menurut kitab suci.
  4. Prajapatya wiwaha adalah bentuk perkawinan dengan menyerahkan seorang putri oleh ayah setelah terlebih dahulu menasehati kedua mempelai dengan mendapatkan restu yang berbunyi semoga kamu berdua melakukan dharmamu dan setelah memberi penghormatan kepada mempelai laki-laki.
  5. Asuri wiwaha adalah bentuk perkawinan jika mempelai laki-laki menerima wanita setelah terlebih dahulu ia memberi harta sebanyak yang diminta oleh pihak wanita.
  6. Gandharva wiwaha adalah bentuk perkawinan berdasarkan cinta sama cinta dimana pihak orang tua tidak ikut campur walaupun mungkin tahu.
  7. Raksasa wiwaha adalah bentuk perkawinan di mana si pria mengambil paksa wanita dengan kekerasan. Bentuk perkawinan ini dilarang.
  8. Paisaca wiwaha adalah bentuk perkawinan bila seorang laki-lak dengan diam-diam memperkosa gadis ketika tidur atau dengan cara memberi obat hingga mabuk. Bentuk perkawinan ini dilarang.



Manava dharmasastra IX. 96 sebagai berikut:
Prnja nartha striyah srstah samtarnartham ca manavah
Tasmat sadahrano dharmah crutam patnya sahaditah”
Untuk menjadi Ibu, wanita diciptakan dan untuk menjadi ayah, laki-laki itu diciptakan. Upacara keagamaan karena itu ditetapkan di dalam Veda untuk dilakukan oleh suami dengan istrinya (Pudja dan Sudharta, 2002: 551)

Menurut I Made Titib dalam makalah “Menumbuhkembangkan pendidikan agama pada keluarga” disebutkan bahwa tujuan perkawinan menurut agama Hindu adalah mewujudkan 3 hal yaitu:
  1. Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama melaksanakan Dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban agama seperti melaksanakan Yajña , sebab di dalam grhastalah aktivitas Yajña dapat dilaksanakan secara sempurna.
  2. Praja, kedua mempelai mampu melahirkan keturunan yang akan melanjutkan amanat dan kewajiban kepada leluhur. Melalui Yajña dan lahirnya putra yang suputra seorang anak akan dapat melunasi hutang jasa kepada leluhur (Pitra rna), kepada Deva (Deva rna) dan kepada para guru (Rsi rna).
  3. Rati, kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan-kepuasan lainnya (Artha dan kama) yang tidak bertentangan dan berlandaskan Dharma.
Lebih jauh lagi sebuah perkawinan ( wiwaha) dalam agama Hindu dilaksanakan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sesuai dengan undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 yang dijelaskan bahwa perkawinan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal maka dalam agama Hindu sebagaimana diutarakan dalam kitab suci Veda perkawinan adalah terbentuknya sebuah keluarga yang berlangsung sekali dalam hidup manusia. Hal tersebut disebutkan dalam kitab Manava Dharmasastra IX. 101-102 sebagai berikut:
“Anyonyasyawayabhicaroghaweamarnantikah,
Esa dharmah samasenajneyah stripumsayoh parah”
“Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati, singkatnya ini harus dianggap sebagai hukum tertinggi sebagai suami istri”.
“Tatha nityam yateyam stripumsau tu kritakriyau,
Jatha nabhicaretam tau wiyuktawitaretaram”
“Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam ikatan perkawinan, mengusahakan dengan tidak jemu-jemunya supaya mereka tidak bercerai dan jangan hendaknya melanggar kesetiaan antara satu dengan yang lain” (Pudja, dan Sudharta, 2002: 553).
FENOMENA SEX PRA NIKAH

bukti kongkrit :
  • banyak terjadi aborsi yang disebabpkan kehamilan diluar nikah
  • perilaku sek bebas banyak dilakukan oleh mahasiswa yang ngekos
  • Salah seorang mahasiswa sebuah PTS di Jogja bahkan mengaku kalau dia menjadi bagian dari gaya hidup seks pra nikah sejak tahun 2000. Dia merasa gelisah dan pusing bila tidak melakukan hubungan intim, hanya hari Minggu saja mereka "libur".
  • banyak wanita muda yang berpakaian sangat ketat dan merangsang bagi laki laki sehingga memicu nafsu sek lelaki
  • Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Provinsi Jawa Barat di enam kabupaten pada 2009, terdapat sekitar 29 persen remaja di Jawa Barat pernah melakukan hubungan seks pranikah
  • Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) melakukan polling di kota Bandung dan hasilnya adalah 44,8% mahasiswi dan juga remaja Kota Bandung sudah pernah melakukan hubungan intim (seks).
  • Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah. Yang lebih mengenaskan, semua responden mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan


SEK PRA NIKAH DALAM PANDANGAN AGAMA HINDU
  • Bila dari hubungan tersebut menimbulkan anak maka anak tersebut tidak suci dan dianggap kotor karena benih kedua belah pihak belum disucikan melalui wiwaha samskara
  • hubungan seksual berarti menyatukan dua unsur utama kehidupan sehingga penyatuan tersebut harus disucikan
  • air mani sebagai sumber kekuatan spiritual yang sangat tinggi dan dahsyat sehingga penggunaanya harus benar benar hati hati dan disesuaikan.