ARTIKEL

  • BUDAYA
  • KEAGAMAAN

Sabtu, 25 Desember 2010

seksualitas dalam pandangan hindu

SEKSUALITAS DALAM PANDANGAN HINDU
Dalam Hindu seksualitas dipandang sebagai hal yang sakral dalam kehidupan manusia sebab secara implisit termuat dalam ajaran catur purusārtha, yaitu dharma, artha, kama, dan moksa. Salah satu tujuan hidup manusia adalah terpenuhinya nafsu atau keinginan yang mendorong orang berbuat sesuatu; yang membuat orang bergairah dalam hidup ini (Sura, 1993: 92). Salah satu wujud kama adalah pemenuhan terhadap kebutuhan seks (Utama, 2004: 3).
Banyaknya karya sastra yang mengeksplorasi seksualitas menunjukkan adanya kecenderungan bahwa masalah seksualitas telah menjadi masalah yang sangat penting dalam kehidupan manusia dari zaman ke zaman. Pada zaman Hindu kuno misalnya, muncul kitab-kitab Kamasastra dan yang paling terkenal ditulis oleh Watsyayana, yaitu Kama Sutra. Di China mempunyai buku Shu Ni Jing, Hung Lou Meng dan Yin Yuan Thu yang membahas seks secara hampir sempurna (Hariwijaya, 2004: 41). Dalam kesusasteraan Hindu Indonesia juga muncul lontar-lontar berbahasa Jawa Kuno, antara lain lontar Rsi Sambhina, Rahasya Sanggama, Yaning Stri Sanggama dan lain-lain. Dalam sastra-sastra Jawa Tengahan di Jawa, lahir sastra-sastra yang membicarakan seksualitas di antaranya, Serat Nitimani, Serat Kamaweda, dan Serat Centhini. Di zaman modern ini, masalah seksualitas bukan saja hanya ditulis oleh novelis-novelis picisan seperti Fredy S., Mila Karmelia, dan lain-lain, melainkan juga sudah menjadi konsumsi publik sehingga sangat mudah diakses dalam media massa dan internet.

A. KAMA DALAM AJARAN HINDU
Kama berarti keinginan dan nafsu yang mendorong orang berbuat sesuatu; yang membuat orang bergairah dalam hidup ini (Sura, 1993: 92). Dalam bahasa Sansekerta, kama berarti keinginan, cinta kasih, kasih sayang, nafsu, kesenangan sensual, dan sejenisnya. Kama juga dapat dinyatakan sebagai Dewa Cinta yang dalam beberapa hal sama dengan Cupido dan Eros (Maswinara, 1997: 4-5).
Dalam rumusan konsep catur purusārtha, yaitu dharma, artha, kama dan moksa dijelaskan bahwa kama adalah keinginan yang harus dicapai berdasarkan dharma (Sudharta, 2002). Kata kama juga ditemukan dalam konsep sad ripu, yaitu enam musuh yang ada dalam diri manusia. Suka Yasa (2005) menjelaskan bahwa kama berarti keinginan yang mendorong manusia untuk mendapatkan segala sesuatu sebagai akibat dari kebodohannya (awidya/moha).
Mahabharata, bagian Santiparwa 167 yang menyatakan bahwa:
“Orang tanpa memiliki kama tidak akan pernah menginginkan artha dan orang tanpa memiliki kama, juga tak akan pernah menginginkan dharma. Orang yang kurang memiliki kama tak akan pernah dapat merasakan dan berkeinginan. Dengan alasan ini maka kama merupakan yang terpenting dari ketiganya. Segala sesuatunya diliputi oleh prinsip-prinsip kama. Seseorang yang berada di luar tonggak kama tak akan pernah ada sekarang, masa lalu, ataupun masa depan di dunia ini. Seperti keju yang merupakan inti dari dadih susu, demikian pula kama merupakan inti dari artha dan dharma. Minyak lebih baik daripada minyak biji-bijian. Mentega dan buah lebih baik daripada susu asam. Bunga dan buah lebih baik dari pada pohonnya. Demikian pula halnya, kama lebih baik daripada artha dan dharma. Seperti madu disarikan dari bunga-bunga, demikian pula kama disarikan dari keduanya itu. Kama merupakan orangtua dari dharma dan artha, dan kama merupakan roh dari keduanya itu” (Maswinara, 1997: 14).
Salah satu wujud kama adalah pemenuhan terhadap kebutuhan seks (Utama, 2004:3). Sejalan dengan itu Schopenhauer berpendapat bahwa hasrat seks merupakan manifestasi dari kemauan akan hidup yang paling banyak memotivasi gerak hidup manusia, selain tentunya dorongan untuk mencari makan (Gunawan, 1993: 27). Sementara itu, kata kama juga ditemukan dalam konsep kanda pat di Bali, yakni kama petak dan kama bang. Kata kama pada dua kata ini bermakna spermatozoa (kama petak) dan ovum (kama bang) yang keduanya merupakan benih kehidupan manusia. Dari beberapa pengertian tersebut maka dalam tulisan ini kata kama yang dimaksud adalah kama sebagai keinginan atau nafsu yang erat keitannya dengan seksualitas.

B. KEDUDUKAN KAMASASTRA DALAM WEDA
Dalam hal ini yang dimaksud dengan kamasastra yaitu kitab atau buku kuno yang memuat mengenai kehidupan atau gaya seksual seperti yang disebutkan pada bagian atas missal kamasutra, siwagama, centini dll.
Weda adalah wahyu atau sabda suci Tuhan Yang Maha Esa yan diterima oleh para Maharsi. Weda sebagai sumber ajaran agama Hindu terdiri atas kitab Sruti dan Smerti. Sruti berarti apa yang didengar, wahyu dari Tuhan yang terdiri atas empat kitab antara lain, Rg Veda, Sama Veda, Yajur Veda, dan Atharva Veda. Sebaliknya, Smerti adalah kitab yang menguraikan komentar penjelasan atau tafsir atas wahyu tersebut. Secara garis besar kitab Smerti dapat dibagi dua, yaitu kelompok Wedangga (terdiri atas Siksa, Wyakarana, Cnadha, Nirukta, Jyotisa, dan Kalpa) dan kelompok Upaveda (terdiri atas Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayur Veda, Gandharva Veda, Kamasastra, dan Agama) (Putra dkk,. 1985: 9-19).
Meskipun demikian keduanya tidak dapat diragukan sebagai kitab suci Hindu. Hal ini dijelaskan dalam Manusmerti atau Manawadharmasastra II.10 sebagai berikut.
Srutistu wedo wijneyo dharmasastram tu wai Smrtih, te sarwarthāwam imamsye tathyam dharmahi nirbabhau.

Artinya:
Sesungguhnya Sruti (wahyu) adalah Weda demikian pula Smrti itu adalah Dharmasastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber dari hukum suci itu (dharma).

Demikianlah antara Sruti dan Smrti tidak dapat dipisah-pisahkan sebagai kitab suci Hindu yang mengajarkan pada seluruh umat manusia untuk hidup berdasarkan dharma. Telah dijelaskan di atas bahwa Smrti adalah apa yang diingat oleh para Rsi. Apa yang diingat itu selanjutnya direfleksikan menjadi ajaran-ajaran Smrti yang menjadi tuntunan hidup manusia. Oleh sebab itulah Smrti, juga dikatakan sebagai tafsir atau komentar penjelasan terhadap Sruti.
Smrti pada umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu Wedangga dan Upaweda. Kamasastra adalah bagian dari Upaveda, yaitu kitab Smrti yang membahas tentang seksualitas (kama). Kamasastra bukan berarti hanya satu kitab saja melainkan pengelompokan dari karya-karya sastra yang membicarakan tentang kama. Jadi, seluruh kitab yang pada dasarnya membicarakan tentang kama dapat digolongkan dalam Kamasastra. Salah satu Kamasastra yang terkenal adalah karya Watsyayana Mallanaga, yaitu Kamasutra.
Oleh karena Smrti adalah bersumber dari Sruti maka pembahasan Kamasastra ini dimulai dari kitab Sruti. Kitab Sruti yang dijadikan sumber kajian pada kesempatan ini adalah Rg Veda, mandala 10, dengan pertimbangan bahwa Rg veda, mandala 10 adalah yang terpenting karena menunjukkan kebenaran yang mutlak (Putra, dkk., 1985/1986: 10). Dalam Rg Veda, Mandala 10, Sukta 5, sloka 3 dinyatakan:
Ritāyini māyini sàm dadhāte mithvā isum jajnatur vardhayanti
Visvasya nabhim càrato dhruvāsya kaves cit tantum manasa viyàntah.

Terjemahannya:
Pasangan suci itu dengan kekuatan yang mengagumkan menjadi satu pasang; mereka membentuk bayi, mereka yang memelihara melahirkan dia, titik pusat dari segala yang bergerak dan yang diam , pada saat mereka menganyam benang Pendeta dengan hati-hati.

Sloka di atas mengungkapkan bahwa ada dua kekuatan yang merupakan sumber dari segala ciptaan yang ada di dunia ini. Ketika keduanya bertemu maka terjadilah penciptaan. Hal ini diperjelas lagi dengan ajaran filsafat Samkhya bahwa dua asas penciptaan dunia adalah Purusa dan Prakerti. Inilah yang mendasari penulisan kitab-kitab kamasastra bahwa dua unsur (pasangan) yang maskulin dan feminin, laki-laki dan perempuan merupakan pertemuan suci yang akan menghasilkan keturunan-keturunan demi keberlanjutan dunia ini.
Di samping itu, Atharva Veda: 6.130.2, menjelaskan sebagai berikut.
“Asau me Smaratāditi priyo me smaratāditi, Devāh pra hinuta smaramasau māmanu śocatu”

Terjemahannya:
Semoga istriku selalu mengingatku. Demikian pula suamiku agar selalu mengingatku. Para Dewa membangkitkan keinginan kama kami sehingga kami suami/istri selalu memikirkannya. (Somvir, 2001: 125).

Dari Sruti inilah ajaran Kamasastra berkembang, baik di India maupun di Indonesia. Sayangnya, baru ada satu kitab Kamasastra dari India yang berhasil diterjemahkan di Indonesia, yaitu Kamasutra karya Watsyayana sehingga belum ada pembanding antara Kamasutra dengan kitab Kamasastra lainnya. Sementara itu di Indonesia, seksualitas banyak menjadi inspirator lahirnya karya-karya sastra Hindu seperti misalnya Kakawin Arjuna Wiwaha, Rasmi Sancaya, Siagama, dan lain-lain.

C. SEKSUALITAS DALAM KAMASUTRA
Kama sutra merupakan salah satu kitab dari kama sastra pada penjelasan di atas. Kamasutra tidak sebatas membahas mengenai seksualitas. Kamasutra memiliki 7 bagian, hanya di bagian kedua saja yang membahas mengenai seksualitas sedangkan 6 bab yang lain membahas menganai hal yang lain pula. Tapi dalam topic ini hanya akan membahas mengenai seksualitas saja.

Samprayogika (tentang hubungan seksual)
Dalam bab ini secara tuntas ditulis mengenai cara-cara berhubungan seksual untuk mendapatkan kepuasan yang sempurna. Dikatakan bahwa :
“hubungan badan dengan pria membuat nafsu, keinginan atau birahi wanita terpuaskan dan kesenangan yang diperoleh dari kesadaran tentang itu disebut kepuasan mereka”

“pancaran air mani pria hanya berlangsung pada saat akhir hubungan badan, sementara air mani wanita memancar terus menerus; dan setelah air mani keduanya telah tumpah semuanya, lalu mereka ingin menghentikan hubungan badan tersebut”
Kedua sloka di atas menjelaskan bahwa puncak hubungan seksual adalah orgasme, yaitu keluarnya air mani pria dan wanita dipuncak hubungan. Untuk mencapai itu maka diperlukan berbagai macam pengetahuan tentang teknik dan cara berhubungan seksual sebagaimana dijelaskan dalam Kamasutra.
Pertama, setiap pasangan harus memahami ukuran penis (linggam) laki-laki dan ukuran vagina (yoni) sehingga mencapai kenikmatan yang sempurna dalam berhubungan. Penis (linggam) seorang laki-laki dibagi menjadi tiga menurut ukurannya, yaitu (1) kecil (terwelu); (2) menengah (banteng); dan (3) bersemangat (kuda). Sebaliknya, vagina (yoni) perempuan juga dibagi menjadi tiga menurut kedalamannya, yaitu (1) kecil (kijang); (2) menengah (kuda betina); dan (3) bersemangat (gajah). Kenikmatan seksual akan didapatkan apabila masing-masing ukuran sesuai misalnya, jika linggam suami berukuran kecil (terwelu) maka yoni yang cocok adalah yang berukuran kecil pula (kijang). Kepuasan selanjutnya didapatkan dengan mengatur posisi berhubungan seksual yang nyaman. Kamasutra memberikan beberapa variasi hubungan seperti posisi istri di bawah suami di atas, istri di atas suami, posisi membelakangi, posisi menungging, dan banyak lagi terutama terpahat di kuil Kanjuraho dan di Puri Orissa. Rupanya, gaya hubungan seksual Kamasutra telah begitu kompleks dan sempurna seperti halnya gaya-gaya dalam seksualitas modern dewasa ini.
Kedua, sebagai langkah awal dalam berhubungan seksual maka Kamasutra menjelaskan tentang jenis dan cara berpelukan. Pelukan sebagai pernyataan kasih sayang ada 4 (empat) jenisnya, yaitu (1) sentuhan; (2) tubrukan; (3) rabaan; dan (4) penekanan. Sedangkan jenis pelukan lebih lanjut bagi orang yang akan melakukan senggama dibedakan atas 4 (empat) hal juga, yaitu (1) Jatawestitaka, yaitu jenis pelukan seperti tumbuhan menjalar, di mana perempuan bergelayut pada seorang pria dan sang pria menundukan kepalanya untuk mencium; (2) Wrksadhirudhaka, yaitu pelukan seperti memanjat pohon, di mana seorang wanita mengangkat salah satu kakinya di pinggang sang pria sementara tangannya memeluk bahu dan pinggang sang pria, sebaliknya sang pria menciumnya dan sang wanita mendesah pelan; (3) Tila-Tandulaka, berarti campuran wijen dan beras, pelukan jenis ini adalah seorang pria dan wanita terbaring dan saling memeluk rapat-rapat; dan (4) Ksiraniraka, berarti pelukan air dan susu, yakni pelukan yang sangat erat di mana linggam dan yoni mereka telah sama sekali menyatu. Mengenai pelukan ini Kamasutra menjelaskan bahwa ajaran kamasastra dapat dilakukan untuk menambah kenikmatan dan kasih sayang sedangkan bagi mereka yang telah berulang kali melakukan maka ajaran sastra ini tidak diperlukan lagi.
Ketiga, pembahasan selanjutnya adalah mengenai ciuman. Kamasutra menjelaskan ada 3 (tiga) jenis ciuman, yaitu ciuman nominal (hanya sekedarnya saja), ciuman yang bergetar (ciuman bibir menjepit), dan ciuman menyentuh (ciuman bibir dengan pertarungan lidah).
Keempat, membahas tentang cakaran kuku dibadan lelaki ketika hubungan semakin berhasrat. Ada 8 (delapan) jeni cakaran kuku yang baik menurut Kamasutra, yaitu menimbulkan suara, berbentuk bulan sabit, berbentuk bulatan, berbentuk garis, berbentuk cakar macan, berbentuk kaki burung Merak, berbentuk lompatan terwelu, dan berbentuk daun teratai biru.
Kelima, adalah tentang gigitan dan makna-makna yang dimaksudkan berkenaan dengan para wanita dari negeri yang berbeda-beda. Dikatakan bahwa setiap bagian tubuh dapat digigit, kecuali bibir atas, bagian dalam mulut, dan mata. Gigitan dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain : gigitan tersembunyi (hanya berwarna merah), gigitan mengembang (gigitan yang tampak jika kulit disekitranya ditekan), gigitan menusuk (hanya dilakukan dengan dua gigi), gigitan barisan menusuk (gigitan kecil dengan semua gigi), gigitan batu karang dan batu permata (gigitan dengan bibir dan gigi secara bersamaan), gigitan barisan batu permata (gigitan dengan semua gigi), gigitan awan pecah (gigitan yang bentuknya tidak sama dalam setiap lingkaran), dan gigitan babi hutan (gigitan yang meluas dan satu sama lain saling berdekatan). Menurut Kamasutra, gigitan dapat dilakukan di bibir (gigitan tersembunyi), pipi (gigitan menyebar, menusuk, batu karang, dan batu permata), tenggorokan, pangkal paha, ketiak (gigitan barisan tusukan dan barisan batu permata), dahi dan paha (gigitan tusukan).
Keenam, pembahasan tentang posisi hubungan badan. Hubungan badan dibagi menjadi tiga berdasarkan jenis yoni seorang wanita, yaitu hubungan badan tinggi (Mrgi), hubungan badan sepadan, dan hubungan badan rendah (Hastini). Hubungan badan tinggi (Mrgi) terjadi pada wanita yang yoni-nya berjenis kijang (kecil) dengan lelaki yang linggam-nya menengah (banteng) dan bersemangat (kuda). Sebalikknya, hubungan rendah (Hastini) adalah jika ukuran yoni seorang wanita adalah bersemangat (gajah).
- Dalam hubungan tinggi atau jenis Mrgi, seorang wanita harus berbaring dengan posisi terbuka lebar (mengangkat pinggulnya lebih tinggi, bisa dibantu dengan menaruh bantal di bawahnya), posisi menganga (mengangkat paha tinggi-tinggi selama berhubungan), dan posisi istri Indra (membuka lebar paha dan posisi kaki menekuk).
- Dalam hubungan rendah atau jenis Hastini, seorang wanita harus menggunakan posisi “menjepit”, posisi “menekan”, posisi “membelit” dan posisi “kuda betina”, dengan maksud untuk memperkecil lubang yoni. Pada posisi menjepit, seorang wanita dapat menjulurkan kakinya lurus ketika bersetubuh. Posisi menekan adalah wanita menekankan pahanya pada paha pasangannya sehingga paha pasangannya berada didalam kedua pahanya. Posisi membelit adalah bila salah satu kaki sang wanita membelit salah satu paha pasangannya. Dan posisi kuda betina adalah jika sang wanita memegang linggam pasangannya ketika linggam tersebut telah masuk ke dalam yoninya.
- Dalam hubungan sepadan, ada beberapa posisi senggama antara lain:
1) Posisi mengangkat, bila wanita mengangkat kedua pahanya lurus-lurus.
2) Posisi menganga, bila wanita mengangkat kakinyan ke atas dan menempatkan pada bahu pasangannya.
3) Posisi penekanan, bila kedua kaki ditekuk sehingga terpegang pasangannya di depan perutnya
4) Posisi setengah menekan, bila hanya satu kaki saja yang ditekuk dan kaki lainnya diluruskan.
5) Posisi pembelahan batang bambu, bila satu kaki diletakkan di bahu pasangannya dan kaki yang satunya direntangkan.
6) Posisi penancapan paku, bila satu kakinya ditempatkan pada kepala dan yang satunya diregangkan keluar.
7) Posisi kepiting, bila kedua kaki wanita ditekuk dan ditempatkan pada perutnya sendiri.

8) Posisi membungkus, bila pahanya diangkat dan ditempatkan di atas yang lainnya.
9) Posisi seperti teratai, bila tulang keringnya ditempatkan satu di atas yang lainnya.
10) Posisi berputar, bila seorang pria melakukan hubungan badan berubah haluan dan menikmati wanita tanpa meninggalkannya, sementara si wanita memeluknya berjongkok sepanjang waktu.
11) Posisi hubungan badan yang ditopang, bila seorang wanita ditopang oleh laki-laki pada dinding atau apapun dalam posisi berdiri.
12) Posisi hubungan badan melayang, jika seorang pria menyandarkan dirinya pada dinding dan sang wanita melingkarkan tangannya pada leher sang lelaki, dan melingkarkan kakinya pada pinggang sang lelaki, sementara itu pantat sang wanita ditahan oleh tangan sang lelaki sambil terus berhubungan.
13) Posisi hubungan badan seekora sapi, bila seorang wanita berdiri pada tangan dan kakinya seperti seekor sapi dan pasangannya menunggangi dari belakang. Posisi ini juga berlaku bagi semua posisi berhubungan seperti cara binatang lainnya.
14) Hubungan badan menyatu, bila seorang pria melakukan dengan dua orang wanita secara bersama-sama.
15) Hubungan badan kawanan sapi, bila seorang pria melakukan hubungan dengan banyak wanita.

Ketujuh, dibahas tentang pukulan-pukulan ketika berhubungan seksual. Pukulan ini atas dasar kasih sayang untuk menambah keromantisan hubungan. Pukulan-pukulan kecil dapat dilakukan di bahu, kepala, dada, punggung, jaghana (bagian tengah dari badan), dan bagian pinggang sebelah kiri. Pukulan ini akan lebih menyenangkan jika dibarengi dengan pekikan-pekikan kecil.
Kedelapan, dibahas mengenai wanita yang betindak selaku pria. Hal ini dilakukan bila seorang wanita melihat pasangannya merala lelah dengan hubungan badan yang terus menerus tanpa merasa terpuaskan keinginannya. Maka dengan izinnya dia dapat meminta izin suaminya untuk berbaring di atas badannya dan memerankan diri seperti seorang lelaki dan sang pria hanya pasrah terhadap perlakuan sang wanita. Hal ini dapat dilakukan dengan dua jalan, yaitu saat masih berhubungan badan maka sang wanita dapat membalikkan posisinya yang semula di bawah menjadi di atas. Dan yang kedua adalah dilakukan sejak awal akan berhubungan atas seizin sang pria. Hal ini semata-mata agar kedua pasangan mendapatkan kepuasan seksual yang sempurna. Dalam bagian ini juga dibahas tentang perilaku seorang pria saat bersama wanita untuk melakukan hubungan. Diawali dengan saling peluk, saling raba, saling cium maka sang pria mulai melepaskan pakaian sang wanita. Saat linggam telah siap masuk ke dalam yoni maka kegiatan yang dilakukan oleh pria adalah (1) menggerakkannya maju (dimasukkan perlahan); (2) menggesek dan mengaduk-aduk (digesek-gesekkan dan diputar-putar); (3) menusuk-nusuk (menarik maju mundur); (4) hanya diraba-rabakan diseputar yoni sang wanita; (5) hanya ditekan (bukan dimasukkan) dalam waktu yang lama; (6) bila linggam dicabut dengan ukuran tertentu lalu dimasukkan lagi disebut memberikan hembusan; (7) bila hanya satu bagian yoni yang disentuh oleh linggam disebut hembusan seekor babi hutan; (8) bila kedua bibir yoni diraba disebut hembusan dari seekora sapi jantan; (9) bila linggam berada dalam yoni dan digerakkan ke atas dan ke bawah tanpa mengeluarkannya maka disebut “bermain-mainnya seekora burung gereja”.
Kesembilan, yaitu tentang hubungan dengan mulut. Hubungan ini dilakukan oleh sepasang waria, baik itu homoseksual maupun lesbian. Hubungan ini dilakukan dengan mencium, menjilat, mengulum, kemaluan pasangannya dengan menggunakan mulut sampai mendapatkan kepuasan.
Kesepuluh, dibahas tentang bagaimana memulai dan mengakhiri sebuah hubungan badan. Di awal hubungan, kamar perlu dihias dengan beraneka macam bunga dan wangi-wangian untuk menambah suasana romantis. Kemudian sang pria dapat membelai rambut sang wanita, memeluk, mencium, meraba-raba bagian sensitif dari tubuhnya. Hal ini dapat dilakukan sambil bercerita tentang segala sesuatu sampai akhirnya sang wanita merasakan getaran-getaran asmara dan tergugah birahinya. Setelah semua siap dan merasa birahi maka dilakukanlah hubungan seksual dengan penuh kasih sayang. Di akhir hubungan badan, masing-masing secara spontan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, kemudian duduk berdampingan sambil bercerita sesuatu yang menyenangkan, memberi pelukan ringan, saling bersuap minuman dan makanan, atau juga dapat keluar rumah untuk menikmati cahaya rembulan.
Apabila dijelaskan dan diuraikan seluruhnya maka sesungguhnya ada 64 (enampuluh empat) keterampilan hubunganh seksual yang harus dipelajari oleh setiap pasangan. Keenampuluh empat keterampilan itu meliputi keterampilan pelukan, keterampilan ciuman, keterampilan mencakar dengan kuku, keterampilan gigitan, keterampilan berbaring dan posisi hubungan, keterampilan pukulan (tamparan), keterampilan merubah posisi wanita berlaku seperti pria, keterampilan hubungan dengan mulut, dan keterampilan memulai dan mengakhiri hubungan. Dikatakan dalam Kamasutra bahwa seorang pria yang memiliki 64 keterampilan ini dipandang dengan penuh cinta kasih oleh isterinya sendiri, oleh isteri-isteri orang lain dan juga oleh para wanita penghibur

Jumat, 24 Desember 2010

PERKAWINAN DAN SEK PRA NIKAH

PERNIKAHAN DAN SEK PRA NIKAH
A. Pengertian dan Tujuan Perkawinan
Menurut Undang-Undang no 1 tahun 1974, pasal 1 pengertian perkawinan sebagai berikut :
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istridengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Sujaelanto : 2004 : 1)
Dalam Buku Pokok Pokok Hukum Perdata dijelaskan tentang definisi perkawinan sebagai berikut: ‘Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama”(Subekti, 1985: 23).
Wirjono Projodikoro, Perkawinan merupakan hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita, untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui Negara (Sumiarni, 2004: 4).
Dipandang dari segi sosial kemasyarakatan tersebut maka Harry Elmer Barnes mengatakan Perkawinan ( wiwaha) adalah sosial institution atau pranata sosial yaitu kebiasaan yang diikuti resmi sebagai suatu gejala-gejala sosial. tentang pranata sosial untuk menunjukkan apa saja bentuk tindakan sosial yang diikuti secara otomatis, ditentukan dan diatur dalam segala bentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia, semua itu adalah institution (Pudja, 1963: 48).

Berdasar Undang-Undang no 1 tahun 1974, pasal 1 tujuan dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan terpenuhinya kebutuhan jasmanai dan rohani bukan hanya untuk melegalkan suatu hubungan sek.
Perkawinan dalam perspektif Hindu mengandung makna untuk secara sempurna melaksanakan ajaran agama (dharma), melahirkan putra suputra dan berbudi pekerti yang luhur, serta memuskan dorongan nafsu seksual sesuai dengan ajaran agama dan hukum yang berlaku.
Azas perkawinan Hindu adalah monogami, dengan sistem perkawinan laki-laki sebagai kepala rumah tangga (patriarchat) dalam keadaan seseorang tidak memiliki anak laki-laki, anak perempuan dapat distatuskan sebagai purusa (laki-laki) untuk melanjutkan keturunan, pemeliharaan tempat suci keluarga dan pewarisan
Perempuan Hindu menurut Veda dan Susastra Hindu memiliki kedudukan yang tinggi, terhormat, sebagai sarjana, dapat memimpin pasukan ke medan perang, sebagai guru, sebagai ibu atau calon ibu yang akan melahirkan putra suputra, perwira dan berbudhi pekerti yang luhur.

B. Syarat Perkawinan
Syarat perkawinan agama Hindu adalah :
a. perkawinan harus dilaksanakan atas dasar persetujuan dari kedua mempelai.
b. Untuk orang yang belum berumur 21 tahun harus dengan seijin orang tua.
c. Kedua mempelai telah beragama Hindu.
d. Dalam upacara terdapat persaksian yang meliputi manusia saksi (Kerabat), Dewa Saksi (Sang Hyang Widhi), Bhuta Saksi (leluhur).
e. Dalam perkawinan Hindu harus dilaksanakan dengan Samkara (upacara Suci)
f. Perkawinan Hindu Harus disahkan oleh seorang Pendeta/Pinandita.

Menurut agama Hindu dalam kitab Manava Dharmasastra III. 21 disebutkan 8 bentuk perkawinan sebagai berikut:
1. Brahma wiwaha adalah bentuk perkawinan yang dilakukan dengan memberikan seorang wanita kepada seorang pria ahli Veda dan berkelakukan baik yang diundang oleh pihak wanita.
2. Daiwa wiwaha adalah bentuk perkawinan yang dilakukan dengan memberikan seorang wanita kepada seorang pendeta pemimpin upacara.
3. Arsa wiwaha adalah bentuk perkawinan yang terjadi karena kehendak timbal-balik kedua belah pihak antar keluarga laki-laki dan perempuan dengan menyerahkan sapi atau lembu menurut kitab suci.
4. Prajapatya wiwaha adalah bentuk perkawinan dengan menyerahkan seorang putri oleh ayah setelah terlebih dahulu menasehati kedua mempelai dengan mendapatkan restu yang berbunyi semoga kamu berdua melakukan dharmamu dan setelah memberi penghormatan kepada mempelai laki-laki.
5. Asuri wiwaha adalah bentuk perkawinan jika mempelai laki-laki menerima wanita setelah terlebih dahulu ia memberi harta sebanyak yang diminta oleh pihak wanita.
6. Gandharva wiwaha adalah bentuk perkawinan berdasarkan cinta sama cinta dimana pihak orang tua tidak ikut campur walaupun mungkin tahu.
7. Raksasa wiwaha adalah bentuk perkawinan di mana si pria mengambil paksa wanita dengan kekerasan. Bentuk perkawinan ini dilarang.
8. Paisaca wiwaha adalah bentuk perkawinan bila seorang laki-lak dengan diam-diam memperkosa gadis ketika tidur atau dengan cara memberi obat hingga mabuk. Bentuk perkawinan ini dilarang.




Manava dharmasastra IX. 96 sebagai berikut:
“Prnja nartha striyah srstah samtarnartham ca manavah
Tasmat sadahrano dharmah crutam patnya sahaditah”
“Untuk menjadi Ibu, wanita diciptakan dan untuk menjadi ayah, laki-laki itu diciptakan. Upacara keagamaan karena itu ditetapkan di dalam Veda untuk dilakukan oleh suami dengan istrinya (Pudja dan Sudharta, 2002: 551)

Menurut I Made Titib dalam makalah “Menumbuhkembangkan pendidikan agama pada keluarga” disebutkan bahwa tujuan perkawinan menurut agama Hindu adalah mewujudkan 3 hal yaitu:
1. Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama melaksanakan Dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban agama seperti melaksanakan Yajña , sebab di dalam grhastalah aktivitas Yajña dapat dilaksanakan secara sempurna.
2. Praja, kedua mempelai mampu melahirkan keturunan yang akan melanjutkan amanat dan kewajiban kepada leluhur. Melalui Yajña dan lahirnya putra yang suputra seorang anak akan dapat melunasi hutang jasa kepada leluhur (Pitra rna), kepada Deva (Deva rna) dan kepada para guru (Rsi rna).
3. Rati, kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan-kepuasan lainnya (Artha dan kama) yang tidak bertentangan dan berlandaskan Dharma.
Lebih jauh lagi sebuah perkawinan ( wiwaha) dalam agama Hindu dilaksanakan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sesuai dengan undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 yang dijelaskan bahwa perkawinan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal maka dalam agama Hindu sebagaimana diutarakan dalam kitab suci Veda perkawinan adalah terbentuknya sebuah keluarga yang berlangsung sekali dalam hidup manusia. Hal tersebut disebutkan dalam kitab Manava Dharmasastra IX. 101-102 sebagai berikut:
“Anyonyasyawayabhicaroghaweamarnantikah,
Esa dharmah samasenajneyah stripumsayoh parah”
“Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati, singkatnya ini harus dianggap sebagai hukum tertinggi sebagai suami istri”.
“Tatha nityam yateyam stripumsau tu kritakriyau,
Jatha nabhicaretam tau wiyuktawitaretaram”
“Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam ikatan perkawinan, mengusahakan dengan tidak jemu-jemunya supaya mereka tidak bercerai dan jangan hendaknya melanggar kesetiaan antara satu dengan yang lain” (Pudja, dan Sudharta, 2002: 553).

FENOMENA SEX PRA NIKAH

bukti kongkrit :
• banyak terjadi aborsi yang disebabpkan kehamilan diluar nikah
• perilaku sek bebas banyak dilakukan oleh mahasiswa yang ngekos
• Salah seorang mahasiswa sebuah PTS di Jogja bahkan mengaku kalau dia menjadi bagian dari gaya hidup seks pra nikah sejak tahun 2000. Dia merasa gelisah dan pusing bila tidak melakukan hubungan intim, hanya hari Minggu saja mereka "libur".
• banyak wanita muda yang berpakaian sangat ketat dan merangsang bagi laki laki sehingga memicu nafsu sek lelaki
• Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Provinsi Jawa Barat di enam kabupaten pada 2009, terdapat sekitar 29 persen remaja di Jawa Barat pernah melakukan hubungan seks pranikah
• Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) melakukan polling di kota Bandung dan hasilnya adalah 44,8% mahasiswi dan juga remaja Kota Bandung sudah pernah melakukan hubungan intim (seks).
• Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah. Yang lebih mengenaskan, semua responden mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan


SEK PRA NIKAH DALAM PANDANGAN AGAMA HINDU

• Bila dari hubungan tersebut menimbulkan anak maka anak tersebut tidak suci dan dianggap kotor karena benih kedua belah pihak belum disucikan melalui wiwaha samskara
• hubungan seksual berarti menyatukan dua unsur utama kehidupan sehingga penyatuan tersebut harus disucikan
• air mani sebagai sumber kekuatan spiritual yang sangat tinggi dan dahsyat sehingga penggunaanya harus benar benar hati hati dan disesuaikan.

Kamis, 23 Desember 2010

TUGAS AKBID 1

KERJAKAN TUGAS BERIKUT DAN SEGERA KIRIM VIA EMAIL PALING LAMBAT TGL 25

  1. berdasarkan materi penciptaan bhuana alit. bagaimanakah pandangan agama Hindu terhadap program Keluarga Berencana (KB), diperbolehkan atau tidak? berikan argumen anda !
  2. Ada orang yang berpandangan bahwasanya anak atau janin merupakan anugerah Tuhan bukan sekedar hasil persenggamaan sehingga setiap orang wajib menerimanya dan tidak boleh menolaknya. bagaimanakah pandangan saudara mengenai konsep ini? berikan argumen anda!
  3. pada saat ini di kalangan masyarakat Hindu sering di dentumkan untuk melaksanakan AHIMSA, namun bila kita amati secara hakikat atma manusia tidak akan bisa Hidup tanpa HIMSA. berikan pendapat dan argumen anda menganai stetmen ini!
  4. Bagaimanakah hubungan antara bhuana agung dengan bhuana alit??
  5. manusia terlahir kedunia dengan posisi dan kondisi yang bagaimanapun merupakan suatu keberuntungan dan kehebatan. mengapa demikian??? berikan penjelasan anda!
  6. manusia terikat oleh lima lapisan badan yang membungkusnya sehingga manusia memiliki kemelekatan. sebutkan lima lapisan tersebut dan bagaimana cara melepas keterikatan lima lapisan badan itu.
  7. manusia terlahir dari sumber yang sama dan cetakan yang sama bentuknya, tapi pada akhirnya tiap manusia memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain sehingga tidak ada yang sama diantara mereka baik secara fisik maupun mental. mengapa demikian??? berikan argumen anda!
  8. sebutkan komposisi Tri Guna terhadap kondisi atma setelah meninggalkan raga!
  9. moksa merupakan visi tertinggi umat Hindu, berikan definisi dan tingkatan moksa!
  10. Hindu memiliki ajaran catur purusa arta yang meliputi Dharma, Arta, Kama, Moksa. dimana ajaran tersebut dianjurkan untuk dilaksanakan secara berurutan. menurut saudara MOKSA dapat dicapai atau tidak melalui jalur tersebut? berikan jawaban dan alasan saudara!

SEGERA DIKERJAKAN DAN KIRIM HASILNYA VIA EMAIL
UNTUK BAHAN PENILAIAN SEMESTERAN
GOOOD LUCK......!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

JALAN MENEMUKN ATMA DALAM PANDANGAN HINDU

JALAN MENEMUKN ATMA DALAM PANDANGAN HINDU

Atman merupakan bagian mendasar dari suatu makhluk, atman tidak bias dilihat dan atman bersifat sangat halus, sehingga tidak semua orang mampu mengenal atau mengetahui keberadaan sang atma.
Agama Hindu mengajarkan beberapa cara agar manusia mengenal atman alam dirinya, cara tersebut disebut dengan istilah YOGA. Yoga berfungsi menyatukan jiwa manusia dengan Atman, yang tersembunyi di dalam lubuk hati yang paling dalam. Yoga pada tujuan tertingginya yaitu bagaimana caranya mencapai Brahman dan hidup seperti Brahman. Brahman yag paling dekat dengan diri manusia disebut parama atman. Dimana parama atman tersebut bias diidentikkan dengan atman yang murni dalam diri manusia. Ada 4 cara mencapai tuhan dalam yoga untuk menemukan Atman, namun empat jalan tersebut membawa kepada tujuan yang satu. Manusia dapat memilih salah satu dari empat jalan tersebut berdasarkan pribadi orang tersebut. Menurut analisis Hindu, pada umumnya ada empat tipe pribadi manusia yaitu suka merenung, aktif, emosional, dan empiris (menekankan pengalaman).
Keempat jalan tersebut dimulai dari beberapa petunjuk penting mengenai kesusilaan Karena tujuan /akhir dari masing-masing jalan adalah untuk menjernihkan permukaan diri kita agar dapat terlihat unsur keilahian yang dibawahnya, maka tentu saja pribadi itu harus dibersihkan dari kotoran moral yang besar. Orang yang ingin melakukan yoga harus memulai kebiasaan serta praktek hidup yang bermoral.
  1. Jnana Marga
Jalan melalui pengetahuan atau jnana yoga diperuntukkan bagi orang-orang yang mempunyai kecenderungan intelektual yang kuat. Bagi orang seperti itu, Hindu menawarkan serangkaian semadi dan pembuktian logis yang dimaksudkan untuk meyakinkan si pemikir bahwa ada hal yang lebih dari dirinya yang berhingga itu.
Jalan untuk memperoleh pengetahuan ini terdiri dari tiga langkah yaitu mendengar, berpikir, dan pengalihan. Pertama adalah mendengar, yakni mendengar ucapan dari orang-orang bijaksana, dan kitab-kitab suci. Tujuannya agar orang yang bersangkutan berkenalan dengan hipotesis pokok bahwa di pusat jati dirinya terdapat sumber kehidupan yang tak berhingga yang tidak dapat dipadamkan. Langkah kedua adalah berpikir, yaitu Atman yang tadinya berupa konsep kosong, diubah menjadi kenyataan penting. Langkah ketiga adalah pengalihan identifikasi dirinya dengan roh abadi dengan mencoba membayangkan dirinya sebagai roh abadi itu. Ia harus melihat dirinya dari sudut pandang yang berbeda seolah-olah ia adalah pribadi yang berbeda, karena memang dirinya adalah fana dan hanya atman yang nyata.

2. Bhakti Marga
Jalan melalui cinta atau bhakti yoga berbeda dengan jnana yoga. Dalam jnana yoga gambaran tentang Tuhan bagaikan suatu samudera yang tak berhingga dan berada di dasar diri kita. Tuhan dibayangkan sebagai Diri yang merembesi segala sesuatu yang sepenuhnya berada di dalam manusia ataupun di luar manusia. Tugas manusia adalah mengenal persatuan diri dengan Tuhan, dan Tuhan bukan dipahami sebagai pribadi. Akan tetapi, bagi seseorang yang lebih mengutamakan cinta daripada pikiran, Tuhan pastilah kelihatan berbeda dengan hal-hal tersebut. Pertama, bhakti akan menolak semua pandangan yang menyatakan Tuhan adalah diri pribadinya, bahkan dirinya yang paling dalam, dan berkeras bahwa Tuhan lain dari dirinya. Alasannya, karena cinta merupakan perasaan yang dicurahkan keluar. Kedua, tujuan jnana berbeda dengan bhakti. Tujuannya bukanlah melihat kesatuan dirinya dengan Tuhan, melainkan untuk memuja Tuhan dengan segenap kemampuan yang ada pada dirinya. Apa yang harus dilakukan adalah mencintai Tuhan dengan setulus hati, mencintai dalam kehidupan, mencintai hal lain karena Dia, dan mencintai-Nya tanpa pamrih apapun.
Ada tiga cara pendekatan bhakti yang perlu diketahui yaitu:
  • Japam, yaitu latihan menyebut nama Tuhan berulang-ulang kali.
  • Mendengungkan pergantian cinta, menunjukan kenyataan bahwa ada berbagai jenis cinta, misalnya cinta anak-orangtua dan suami-istri, dan lain-lain. Cara ini mendorong orang yang melakukan yoga mengalihkan semua cinta kepada Tuhan.
  • Pemujaan terhadap Tuhan menurut bentuk ideal seseorang. Menurut agama Hindu ada tingkatan-tingkatan cinta yang semakin mendalam dan timbal balik. Tahap pertama adalah sikap mereka yang dilindungi terhadap si pelindung. Tahap kedua adalah tahap persahabatan, dimana Tuhan dipandang sebagai teman bahkan teman sepermainan. Tahap ketiga adalah sikap cinta orang tua dimana Tuhan dipandang manusia sebagai anak.

3. Karma Marga
Jalan melalui kerja atau karma yoga ditujukan secara khusus bagi orang yang berwatak aktif. Kerja adalah pokok kehidupan manusia. Dorongan bekerja bukanlah motivasi ekonomis, melainkan motivasi psikologis. Manusia akan merasa gelisah atau kehilangan semangat saat tidak bekerja. Jalan ini ditujukan secara khusus bagi orang yang berwatak aktif. Jalan ini menggunakan kerja sebagai sarana untuk menuju Tuhan.
Karma yoga mempunyai rute-rute alternatif tergantung pada pendekatan kita, apakah dengan filosofis atau dengan sikap cinta. Jadi karma yoga dapat dipraktekkan dengan gaya jnana yoga (pengetahuan) atau bhakti yoga (cinta). Pekerjaan dapat menjadi wahana menuju Tuhan melalui kedua hal tersebut, karena agama Hindu mengajarkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan pada dunia di luar kita mempunyai reaksi yang sepadan di dalam diri pelakunya. Setiap perbuatan yang manusia lakukan untuk kepentingan kesejahteraan diri manusia akan menambah satu lapisan ego yang semakin mempertebal jarak antara dirinya dan Tuhan, baik yang dipahami di dalam diri maupun di luar diri. Demikian pula setiap tindakan yang dilakukan tanpa mengingat kepentingan diri sendiri, akan mengurangi hambatan untuk mencapai Atman di dalam diri, hingga akhirnya tidak ada hambatan yang mengaburkan hubungan seseorang dengan Tuhan.
Seorang yang menganut jalan karma yoga akan berusaha melakukan setiap hal yang dihadapinya seakan-akan hal itu merupakan satu-satunya tugas yang harus dikerjakannya. Ia akan berusaha memusatkan perhatiannya secara utuh dan mantap terhadap setiap tugas, dengan menjauhkan segala bentuk ketidaksabaran, kegembiraan, ataupun usaha yang sia-sia untuk melakukan atau mengingat berbagai hal lainnya dalam waktu yang sama. Ia akan berusaha sekuat tenaga, karena jika tidak berarti ia telah menyerah kepada kemalasan yang merupakan sifat mementingkan diri.[

4. Raja Marga
Jalan melalui latihan psikologis disebut juga raja yoga karena jenis yoga ini mampu membawa orang ke taraf yang tinggi. Satu-satunya syarat yang diperlukan untuk menempuh raja yoga ini adalah dimilikinya suatu dugaan kuat bahwa diri manusia sebenarnya jauh lebih mengagumkan dari yang kita sadari saat ini. Orang yang melakukan raja yoga akan melakukan percobaan terhadap rohaninya sendiri dengan hipotesis bahwa Atman ada di dalam lapisan-lapisan diri manusia. Tujuan raja yoga adalah untuk membuktikan keabsahan dari pandangan tentang lapisan-lapisan ini.
Tahap-tahap dari raja yoga ada delapan tingkat, namun dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
  • Persiapan etis atau persiapan di bidang kesusilaan, yaitu tidak membunuh atau membenci apapun juga, tidak mencuri, tidak berbuat mesum, tidak berbuat curang, dan harus murni secara batin.
  • Persiapan badani, yaitu orang harus menguasai gerak-gerik, nafas tubuh, serta perasaannya.
  • Merenung, yaitu orang harus dapat memusatkan perhatiannya kepada sesuatu supaya menjadi tenang. Setelah tenang orang harus merenungkan sesuatu.
  • Samadhi, yang menghapuskan perasaan adanya identitas. Tubuh dan pikiran menjadi mati terhadap segala perangsang dari luar. Hanya sasaran yang direnungkan itulah yang tinggal bersinar-sinar.
Jika telah dapat mencapai tahap ini, maka ia telah mencapai tingkatan moksa, yaitu kesadaran bahwa segala sesuatu adalah satu dan dengan pengalamannya ia merealisasikan kesatuan itu. Baginya hanya Atman/Brahman saja yang kekal, sedangkan segala yang lain di dalam dunia ini adalah maya atau tidak nyata.
Secara terperinci maha resi Patanjali mengklasifikasi tahapan yoga dalam delapan tahap yang disebut astangga yoga yag terdiri dari :
  1. Yama, artinya pantangan yang mencakup pantang menyakiti makhluk lain baik dalam pikiran, kata-kata maupun perbuatan (ahimsa), pantang berbuat salah (satya), pantang mencuri (asteya), pantang mengumbar nafsu (brahmacharya), dan pantang memiliki hak orang lain (aprigraha).
  2. Niyama, artinya pembudayaan diri dan termasuk penyucian (sauca) eksternal dan internal, kedamaian (santosa), bertapa (tapa), belajar (svadhyaya) dan pemujaan kehadapan Tuhan (Isvharapranidhana).
  3. Asana secara harfiah berarti “sikap tubuh yang nyaman”. Selama dalam gerakan yang nyaman ini tubuh tetap dalam keadaan yang sangat rileks dan pernafasan yang sangat dalam yang secara alamiah menyertai sikap tubuh ini, membawa sejumlah besar oksigen diserap ke dalam aliran darah. Selama asana energi dikumpulkan tidak dikeluarkan. Asana memberi efek pada setiap aspek dari fisik. Menyeimbangkan sekresi kelenjar, mengendurkan dan memperbaiki sistim syaraf dan otot, merangsang sirkulasi, meregangkan tendon, melenturkan persendian, memijat organ-organ dalam dan menenangkan serta mengkonsentrasikan pikiran. (Asana akan mengontrol kelenjar, kelenjar akan mengontrol sekresi/produksi hormon dan sekresi hormon akan mengontrol kecendrungan pikiran). Kehidupan modern membuat kita selalu berpacu dengan waktu. Tekanan pekerjaan dan peningkatan emosional akan menyebabkan depresi yang meluas bahkan mungkin beberapa penyakit kejiwaan yang disebabkan oleh pikiran. Kita telah kehilangan kedamaian mental kita. Yoga adalah solusi yang jelas. Postur-postur dalam yoga akan menyeimbangkan kelenjar endokrin yang dapat menenangkan dan mengontrol emosi kita. Pernafasan yang dalam selama asanas akan menenangkan dan memberikan energi yang banyak pada pikiran.
  4. Mengendalikan Energi vital (Pranayama). Hidup adalah suatu energi (prana) dalam tubuh. Energi atau kekuatan ini menjaga fungsi-fungsi tubuh dengan cara menggetarkan sel-sel, saraf, organ, dan lain-lain. Getaran ini didapatkan dari denyut prana (kekuatan hidup) yang berulang-ulang. Jika seseorang yogi mengarahkan pikirannya menuju lapisan intuisi terhalus, maka ia harus membuat tubuhnya dalam keadaan damai dengan cara mengendalikan denyut prana yakni dengan pranayama, artinya mengontrol nafas dan berkaitan dengan pengaturan-pengaturan nafas ke dalam, menahan nafas dan nafas ke luar. Ini sangat berguna bagi kesehatan dan sangat kondusif bagi konsentrasi pikiran.
  5. Prathyahara, artinya mengontrol indra-indra dan terdiri atas penarikan indra-indra dari objek-objeknya. Indra-indra kita mempunyai kecendrungan yang besar bergerak ke luar untuk memenuhi keinginannya. Indra-indra tersebut harus selalu dicek dan diarahkan agar bergerak ke dalam, revolusi ke dalam. Ini merupakan proses introversi diri.
  6. Dharana, artinya memusatkan pikiran pada satu objek meditasi seperti ujung hidung atau tengah-tengah jidat atau bayangan suatu deva, dan sebagainya. Pikiran harus ditegakkan, kuat dan terfokus, seperti nyala lilin. Ia tenang, tegak, tak tergoyahkan oleh fluktuasi-fluktuasinya.
  7. Dhyana, artinya meditasi dan terdiri atas aliran yang tak terganggu pikiran di sekitar objek meditasi (prtyayaika-tanaka). Ini adalah kontemplasi teguh tanpa adanya istirahat.
  8. Samadhi, artinya konsentrasi. Ini merupakan tahapan terakhir di dalam sistem yoga. Di sini pikiran benar-benar diserap di dalam objek meditasi. Di dalam dhyana tindakan meditasi dan objek meditasi tinggal terpisah. Tetapi di sini mereka menjadi satu. Ini merupakan alat bantu tertinggi untuk merealisasikan penghilangan modifikasi-modifikasi mental yang merupakan tujuannya.