SEKSUALITAS DALAM PANDANGAN HINDU
Dalam Hindu seksualitas dipandang sebagai hal yang sakral dalam kehidupan manusia sebab secara implisit termuat dalam ajaran catur purusārtha, yaitu dharma, artha, kama, dan moksa. Salah satu tujuan hidup manusia adalah terpenuhinya nafsu atau keinginan yang mendorong orang berbuat sesuatu; yang membuat orang bergairah dalam hidup ini (Sura, 1993: 92). Salah satu wujud kama adalah pemenuhan terhadap kebutuhan seks (Utama, 2004: 3).
Banyaknya karya sastra yang mengeksplorasi seksualitas menunjukkan adanya kecenderungan bahwa masalah seksualitas telah menjadi masalah yang sangat penting dalam kehidupan manusia dari zaman ke zaman. Pada zaman Hindu kuno misalnya, muncul kitab-kitab Kamasastra dan yang paling terkenal ditulis oleh Watsyayana, yaitu Kama Sutra. Di China mempunyai buku Shu Ni Jing, Hung Lou Meng dan Yin Yuan Thu yang membahas seks secara hampir sempurna (Hariwijaya, 2004: 41). Dalam kesusasteraan Hindu Indonesia juga muncul lontar-lontar berbahasa Jawa Kuno, antara lain lontar Rsi Sambhina, Rahasya Sanggama, Yaning Stri Sanggama dan lain-lain. Dalam sastra-sastra Jawa Tengahan di Jawa, lahir sastra-sastra yang membicarakan seksualitas di antaranya, Serat Nitimani, Serat Kamaweda, dan Serat Centhini. Di zaman modern ini, masalah seksualitas bukan saja hanya ditulis oleh novelis-novelis picisan seperti Fredy S., Mila Karmelia, dan lain-lain, melainkan juga sudah menjadi konsumsi publik sehingga sangat mudah diakses dalam media massa dan internet.
A. KAMA DALAM AJARAN HINDU
Kama berarti keinginan dan nafsu yang mendorong orang berbuat sesuatu; yang membuat orang bergairah dalam hidup ini (Sura, 1993: 92). Dalam bahasa Sansekerta, kama berarti keinginan, cinta kasih, kasih sayang, nafsu, kesenangan sensual, dan sejenisnya. Kama juga dapat dinyatakan sebagai Dewa Cinta yang dalam beberapa hal sama dengan Cupido dan Eros (Maswinara, 1997: 4-5).
Dalam rumusan konsep catur purusārtha, yaitu dharma, artha, kama dan moksa dijelaskan bahwa kama adalah keinginan yang harus dicapai berdasarkan dharma (Sudharta, 2002). Kata kama juga ditemukan dalam konsep sad ripu, yaitu enam musuh yang ada dalam diri manusia. Suka Yasa (2005) menjelaskan bahwa kama berarti keinginan yang mendorong manusia untuk mendapatkan segala sesuatu sebagai akibat dari kebodohannya (awidya/moha).
Mahabharata, bagian Santiparwa 167 yang menyatakan bahwa:
“Orang tanpa memiliki kama tidak akan pernah menginginkan artha dan orang tanpa memiliki kama, juga tak akan pernah menginginkan dharma. Orang yang kurang memiliki kama tak akan pernah dapat merasakan dan berkeinginan. Dengan alasan ini maka kama merupakan yang terpenting dari ketiganya. Segala sesuatunya diliputi oleh prinsip-prinsip kama. Seseorang yang berada di luar tonggak kama tak akan pernah ada sekarang, masa lalu, ataupun masa depan di dunia ini. Seperti keju yang merupakan inti dari dadih susu, demikian pula kama merupakan inti dari artha dan dharma. Minyak lebih baik daripada minyak biji-bijian. Mentega dan buah lebih baik daripada susu asam. Bunga dan buah lebih baik dari pada pohonnya. Demikian pula halnya, kama lebih baik daripada artha dan dharma. Seperti madu disarikan dari bunga-bunga, demikian pula kama disarikan dari keduanya itu. Kama merupakan orangtua dari dharma dan artha, dan kama merupakan roh dari keduanya itu” (Maswinara, 1997: 14).
Salah satu wujud kama adalah pemenuhan terhadap kebutuhan seks (Utama, 2004:3). Sejalan dengan itu Schopenhauer berpendapat bahwa hasrat seks merupakan manifestasi dari kemauan akan hidup yang paling banyak memotivasi gerak hidup manusia, selain tentunya dorongan untuk mencari makan (Gunawan, 1993: 27). Sementara itu, kata kama juga ditemukan dalam konsep kanda pat di Bali, yakni kama petak dan kama bang. Kata kama pada dua kata ini bermakna spermatozoa (kama petak) dan ovum (kama bang) yang keduanya merupakan benih kehidupan manusia. Dari beberapa pengertian tersebut maka dalam tulisan ini kata kama yang dimaksud adalah kama sebagai keinginan atau nafsu yang erat keitannya dengan seksualitas.
B. KEDUDUKAN KAMASASTRA DALAM WEDA
Dalam hal ini yang dimaksud dengan kamasastra yaitu kitab atau buku kuno yang memuat mengenai kehidupan atau gaya seksual seperti yang disebutkan pada bagian atas missal kamasutra, siwagama, centini dll.
Weda adalah wahyu atau sabda suci Tuhan Yang Maha Esa yan diterima oleh para Maharsi. Weda sebagai sumber ajaran agama Hindu terdiri atas kitab Sruti dan Smerti. Sruti berarti apa yang didengar, wahyu dari Tuhan yang terdiri atas empat kitab antara lain, Rg Veda, Sama Veda, Yajur Veda, dan Atharva Veda. Sebaliknya, Smerti adalah kitab yang menguraikan komentar penjelasan atau tafsir atas wahyu tersebut. Secara garis besar kitab Smerti dapat dibagi dua, yaitu kelompok Wedangga (terdiri atas Siksa, Wyakarana, Cnadha, Nirukta, Jyotisa, dan Kalpa) dan kelompok Upaveda (terdiri atas Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayur Veda, Gandharva Veda, Kamasastra, dan Agama) (Putra dkk,. 1985: 9-19).
Meskipun demikian keduanya tidak dapat diragukan sebagai kitab suci Hindu. Hal ini dijelaskan dalam Manusmerti atau Manawadharmasastra II.10 sebagai berikut.
Srutistu wedo wijneyo dharmasastram tu wai Smrtih, te sarwarthāwam imamsye tathyam dharmahi nirbabhau.
Artinya:
Sesungguhnya Sruti (wahyu) adalah Weda demikian pula Smrti itu adalah Dharmasastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber dari hukum suci itu (dharma).
Demikianlah antara Sruti dan Smrti tidak dapat dipisah-pisahkan sebagai kitab suci Hindu yang mengajarkan pada seluruh umat manusia untuk hidup berdasarkan dharma. Telah dijelaskan di atas bahwa Smrti adalah apa yang diingat oleh para Rsi. Apa yang diingat itu selanjutnya direfleksikan menjadi ajaran-ajaran Smrti yang menjadi tuntunan hidup manusia. Oleh sebab itulah Smrti, juga dikatakan sebagai tafsir atau komentar penjelasan terhadap Sruti.
Smrti pada umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu Wedangga dan Upaweda. Kamasastra adalah bagian dari Upaveda, yaitu kitab Smrti yang membahas tentang seksualitas (kama). Kamasastra bukan berarti hanya satu kitab saja melainkan pengelompokan dari karya-karya sastra yang membicarakan tentang kama. Jadi, seluruh kitab yang pada dasarnya membicarakan tentang kama dapat digolongkan dalam Kamasastra. Salah satu Kamasastra yang terkenal adalah karya Watsyayana Mallanaga, yaitu Kamasutra.
Oleh karena Smrti adalah bersumber dari Sruti maka pembahasan Kamasastra ini dimulai dari kitab Sruti. Kitab Sruti yang dijadikan sumber kajian pada kesempatan ini adalah Rg Veda, mandala 10, dengan pertimbangan bahwa Rg veda, mandala 10 adalah yang terpenting karena menunjukkan kebenaran yang mutlak (Putra, dkk., 1985/1986: 10). Dalam Rg Veda, Mandala 10, Sukta 5, sloka 3 dinyatakan:
Ritāyini māyini sàm dadhāte mithvā isum jajnatur vardhayanti
Visvasya nabhim càrato dhruvāsya kaves cit tantum manasa viyàntah.
Terjemahannya:
Pasangan suci itu dengan kekuatan yang mengagumkan menjadi satu pasang; mereka membentuk bayi, mereka yang memelihara melahirkan dia, titik pusat dari segala yang bergerak dan yang diam , pada saat mereka menganyam benang Pendeta dengan hati-hati.
Sloka di atas mengungkapkan bahwa ada dua kekuatan yang merupakan sumber dari segala ciptaan yang ada di dunia ini. Ketika keduanya bertemu maka terjadilah penciptaan. Hal ini diperjelas lagi dengan ajaran filsafat Samkhya bahwa dua asas penciptaan dunia adalah Purusa dan Prakerti. Inilah yang mendasari penulisan kitab-kitab kamasastra bahwa dua unsur (pasangan) yang maskulin dan feminin, laki-laki dan perempuan merupakan pertemuan suci yang akan menghasilkan keturunan-keturunan demi keberlanjutan dunia ini.
Di samping itu, Atharva Veda: 6.130.2, menjelaskan sebagai berikut.
“Asau me Smaratāditi priyo me smaratāditi, Devāh pra hinuta smaramasau māmanu śocatu”
Terjemahannya:
Semoga istriku selalu mengingatku. Demikian pula suamiku agar selalu mengingatku. Para Dewa membangkitkan keinginan kama kami sehingga kami suami/istri selalu memikirkannya. (Somvir, 2001: 125).
Dari Sruti inilah ajaran Kamasastra berkembang, baik di India maupun di Indonesia. Sayangnya, baru ada satu kitab Kamasastra dari India yang berhasil diterjemahkan di Indonesia, yaitu Kamasutra karya Watsyayana sehingga belum ada pembanding antara Kamasutra dengan kitab Kamasastra lainnya. Sementara itu di Indonesia, seksualitas banyak menjadi inspirator lahirnya karya-karya sastra Hindu seperti misalnya Kakawin Arjuna Wiwaha, Rasmi Sancaya, Siagama, dan lain-lain.
C. SEKSUALITAS DALAM KAMASUTRA
Kama sutra merupakan salah satu kitab dari kama sastra pada penjelasan di atas. Kamasutra tidak sebatas membahas mengenai seksualitas. Kamasutra memiliki 7 bagian, hanya di bagian kedua saja yang membahas mengenai seksualitas sedangkan 6 bab yang lain membahas menganai hal yang lain pula. Tapi dalam topic ini hanya akan membahas mengenai seksualitas saja.
Samprayogika (tentang hubungan seksual)
Dalam bab ini secara tuntas ditulis mengenai cara-cara berhubungan seksual untuk mendapatkan kepuasan yang sempurna. Dikatakan bahwa :
“hubungan badan dengan pria membuat nafsu, keinginan atau birahi wanita terpuaskan dan kesenangan yang diperoleh dari kesadaran tentang itu disebut kepuasan mereka”
“pancaran air mani pria hanya berlangsung pada saat akhir hubungan badan, sementara air mani wanita memancar terus menerus; dan setelah air mani keduanya telah tumpah semuanya, lalu mereka ingin menghentikan hubungan badan tersebut”
Kedua sloka di atas menjelaskan bahwa puncak hubungan seksual adalah orgasme, yaitu keluarnya air mani pria dan wanita dipuncak hubungan. Untuk mencapai itu maka diperlukan berbagai macam pengetahuan tentang teknik dan cara berhubungan seksual sebagaimana dijelaskan dalam Kamasutra.
Pertama, setiap pasangan harus memahami ukuran penis (linggam) laki-laki dan ukuran vagina (yoni) sehingga mencapai kenikmatan yang sempurna dalam berhubungan. Penis (linggam) seorang laki-laki dibagi menjadi tiga menurut ukurannya, yaitu (1) kecil (terwelu); (2) menengah (banteng); dan (3) bersemangat (kuda). Sebaliknya, vagina (yoni) perempuan juga dibagi menjadi tiga menurut kedalamannya, yaitu (1) kecil (kijang); (2) menengah (kuda betina); dan (3) bersemangat (gajah). Kenikmatan seksual akan didapatkan apabila masing-masing ukuran sesuai misalnya, jika linggam suami berukuran kecil (terwelu) maka yoni yang cocok adalah yang berukuran kecil pula (kijang). Kepuasan selanjutnya didapatkan dengan mengatur posisi berhubungan seksual yang nyaman. Kamasutra memberikan beberapa variasi hubungan seperti posisi istri di bawah suami di atas, istri di atas suami, posisi membelakangi, posisi menungging, dan banyak lagi terutama terpahat di kuil Kanjuraho dan di Puri Orissa. Rupanya, gaya hubungan seksual Kamasutra telah begitu kompleks dan sempurna seperti halnya gaya-gaya dalam seksualitas modern dewasa ini.
Kedua, sebagai langkah awal dalam berhubungan seksual maka Kamasutra menjelaskan tentang jenis dan cara berpelukan. Pelukan sebagai pernyataan kasih sayang ada 4 (empat) jenisnya, yaitu (1) sentuhan; (2) tubrukan; (3) rabaan; dan (4) penekanan. Sedangkan jenis pelukan lebih lanjut bagi orang yang akan melakukan senggama dibedakan atas 4 (empat) hal juga, yaitu (1) Jatawestitaka, yaitu jenis pelukan seperti tumbuhan menjalar, di mana perempuan bergelayut pada seorang pria dan sang pria menundukan kepalanya untuk mencium; (2) Wrksadhirudhaka, yaitu pelukan seperti memanjat pohon, di mana seorang wanita mengangkat salah satu kakinya di pinggang sang pria sementara tangannya memeluk bahu dan pinggang sang pria, sebaliknya sang pria menciumnya dan sang wanita mendesah pelan; (3) Tila-Tandulaka, berarti campuran wijen dan beras, pelukan jenis ini adalah seorang pria dan wanita terbaring dan saling memeluk rapat-rapat; dan (4) Ksiraniraka, berarti pelukan air dan susu, yakni pelukan yang sangat erat di mana linggam dan yoni mereka telah sama sekali menyatu. Mengenai pelukan ini Kamasutra menjelaskan bahwa ajaran kamasastra dapat dilakukan untuk menambah kenikmatan dan kasih sayang sedangkan bagi mereka yang telah berulang kali melakukan maka ajaran sastra ini tidak diperlukan lagi.
Ketiga, pembahasan selanjutnya adalah mengenai ciuman. Kamasutra menjelaskan ada 3 (tiga) jenis ciuman, yaitu ciuman nominal (hanya sekedarnya saja), ciuman yang bergetar (ciuman bibir menjepit), dan ciuman menyentuh (ciuman bibir dengan pertarungan lidah).
Keempat, membahas tentang cakaran kuku dibadan lelaki ketika hubungan semakin berhasrat. Ada 8 (delapan) jeni cakaran kuku yang baik menurut Kamasutra, yaitu menimbulkan suara, berbentuk bulan sabit, berbentuk bulatan, berbentuk garis, berbentuk cakar macan, berbentuk kaki burung Merak, berbentuk lompatan terwelu, dan berbentuk daun teratai biru.
Kelima, adalah tentang gigitan dan makna-makna yang dimaksudkan berkenaan dengan para wanita dari negeri yang berbeda-beda. Dikatakan bahwa setiap bagian tubuh dapat digigit, kecuali bibir atas, bagian dalam mulut, dan mata. Gigitan dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain : gigitan tersembunyi (hanya berwarna merah), gigitan mengembang (gigitan yang tampak jika kulit disekitranya ditekan), gigitan menusuk (hanya dilakukan dengan dua gigi), gigitan barisan menusuk (gigitan kecil dengan semua gigi), gigitan batu karang dan batu permata (gigitan dengan bibir dan gigi secara bersamaan), gigitan barisan batu permata (gigitan dengan semua gigi), gigitan awan pecah (gigitan yang bentuknya tidak sama dalam setiap lingkaran), dan gigitan babi hutan (gigitan yang meluas dan satu sama lain saling berdekatan). Menurut Kamasutra, gigitan dapat dilakukan di bibir (gigitan tersembunyi), pipi (gigitan menyebar, menusuk, batu karang, dan batu permata), tenggorokan, pangkal paha, ketiak (gigitan barisan tusukan dan barisan batu permata), dahi dan paha (gigitan tusukan).
Keenam, pembahasan tentang posisi hubungan badan. Hubungan badan dibagi menjadi tiga berdasarkan jenis yoni seorang wanita, yaitu hubungan badan tinggi (Mrgi), hubungan badan sepadan, dan hubungan badan rendah (Hastini). Hubungan badan tinggi (Mrgi) terjadi pada wanita yang yoni-nya berjenis kijang (kecil) dengan lelaki yang linggam-nya menengah (banteng) dan bersemangat (kuda). Sebalikknya, hubungan rendah (Hastini) adalah jika ukuran yoni seorang wanita adalah bersemangat (gajah).
- Dalam hubungan tinggi atau jenis Mrgi, seorang wanita harus berbaring dengan posisi terbuka lebar (mengangkat pinggulnya lebih tinggi, bisa dibantu dengan menaruh bantal di bawahnya), posisi menganga (mengangkat paha tinggi-tinggi selama berhubungan), dan posisi istri Indra (membuka lebar paha dan posisi kaki menekuk).
- Dalam hubungan rendah atau jenis Hastini, seorang wanita harus menggunakan posisi “menjepit”, posisi “menekan”, posisi “membelit” dan posisi “kuda betina”, dengan maksud untuk memperkecil lubang yoni. Pada posisi menjepit, seorang wanita dapat menjulurkan kakinya lurus ketika bersetubuh. Posisi menekan adalah wanita menekankan pahanya pada paha pasangannya sehingga paha pasangannya berada didalam kedua pahanya. Posisi membelit adalah bila salah satu kaki sang wanita membelit salah satu paha pasangannya. Dan posisi kuda betina adalah jika sang wanita memegang linggam pasangannya ketika linggam tersebut telah masuk ke dalam yoninya.
- Dalam hubungan sepadan, ada beberapa posisi senggama antara lain:
1) Posisi mengangkat, bila wanita mengangkat kedua pahanya lurus-lurus.
2) Posisi menganga, bila wanita mengangkat kakinyan ke atas dan menempatkan pada bahu pasangannya.
3) Posisi penekanan, bila kedua kaki ditekuk sehingga terpegang pasangannya di depan perutnya
4) Posisi setengah menekan, bila hanya satu kaki saja yang ditekuk dan kaki lainnya diluruskan.
5) Posisi pembelahan batang bambu, bila satu kaki diletakkan di bahu pasangannya dan kaki yang satunya direntangkan.
6) Posisi penancapan paku, bila satu kakinya ditempatkan pada kepala dan yang satunya diregangkan keluar.
7) Posisi kepiting, bila kedua kaki wanita ditekuk dan ditempatkan pada perutnya sendiri.
8) Posisi membungkus, bila pahanya diangkat dan ditempatkan di atas yang lainnya.
9) Posisi seperti teratai, bila tulang keringnya ditempatkan satu di atas yang lainnya.
10) Posisi berputar, bila seorang pria melakukan hubungan badan berubah haluan dan menikmati wanita tanpa meninggalkannya, sementara si wanita memeluknya berjongkok sepanjang waktu.
11) Posisi hubungan badan yang ditopang, bila seorang wanita ditopang oleh laki-laki pada dinding atau apapun dalam posisi berdiri.
12) Posisi hubungan badan melayang, jika seorang pria menyandarkan dirinya pada dinding dan sang wanita melingkarkan tangannya pada leher sang lelaki, dan melingkarkan kakinya pada pinggang sang lelaki, sementara itu pantat sang wanita ditahan oleh tangan sang lelaki sambil terus berhubungan.
13) Posisi hubungan badan seekora sapi, bila seorang wanita berdiri pada tangan dan kakinya seperti seekor sapi dan pasangannya menunggangi dari belakang. Posisi ini juga berlaku bagi semua posisi berhubungan seperti cara binatang lainnya.
14) Hubungan badan menyatu, bila seorang pria melakukan dengan dua orang wanita secara bersama-sama.
15) Hubungan badan kawanan sapi, bila seorang pria melakukan hubungan dengan banyak wanita.
Ketujuh, dibahas tentang pukulan-pukulan ketika berhubungan seksual. Pukulan ini atas dasar kasih sayang untuk menambah keromantisan hubungan. Pukulan-pukulan kecil dapat dilakukan di bahu, kepala, dada, punggung, jaghana (bagian tengah dari badan), dan bagian pinggang sebelah kiri. Pukulan ini akan lebih menyenangkan jika dibarengi dengan pekikan-pekikan kecil.
Kedelapan, dibahas mengenai wanita yang betindak selaku pria. Hal ini dilakukan bila seorang wanita melihat pasangannya merala lelah dengan hubungan badan yang terus menerus tanpa merasa terpuaskan keinginannya. Maka dengan izinnya dia dapat meminta izin suaminya untuk berbaring di atas badannya dan memerankan diri seperti seorang lelaki dan sang pria hanya pasrah terhadap perlakuan sang wanita. Hal ini dapat dilakukan dengan dua jalan, yaitu saat masih berhubungan badan maka sang wanita dapat membalikkan posisinya yang semula di bawah menjadi di atas. Dan yang kedua adalah dilakukan sejak awal akan berhubungan atas seizin sang pria. Hal ini semata-mata agar kedua pasangan mendapatkan kepuasan seksual yang sempurna. Dalam bagian ini juga dibahas tentang perilaku seorang pria saat bersama wanita untuk melakukan hubungan. Diawali dengan saling peluk, saling raba, saling cium maka sang pria mulai melepaskan pakaian sang wanita. Saat linggam telah siap masuk ke dalam yoni maka kegiatan yang dilakukan oleh pria adalah (1) menggerakkannya maju (dimasukkan perlahan); (2) menggesek dan mengaduk-aduk (digesek-gesekkan dan diputar-putar); (3) menusuk-nusuk (menarik maju mundur); (4) hanya diraba-rabakan diseputar yoni sang wanita; (5) hanya ditekan (bukan dimasukkan) dalam waktu yang lama; (6) bila linggam dicabut dengan ukuran tertentu lalu dimasukkan lagi disebut memberikan hembusan; (7) bila hanya satu bagian yoni yang disentuh oleh linggam disebut hembusan seekor babi hutan; (8) bila kedua bibir yoni diraba disebut hembusan dari seekora sapi jantan; (9) bila linggam berada dalam yoni dan digerakkan ke atas dan ke bawah tanpa mengeluarkannya maka disebut “bermain-mainnya seekora burung gereja”.
Kesembilan, yaitu tentang hubungan dengan mulut. Hubungan ini dilakukan oleh sepasang waria, baik itu homoseksual maupun lesbian. Hubungan ini dilakukan dengan mencium, menjilat, mengulum, kemaluan pasangannya dengan menggunakan mulut sampai mendapatkan kepuasan.
Kesepuluh, dibahas tentang bagaimana memulai dan mengakhiri sebuah hubungan badan. Di awal hubungan, kamar perlu dihias dengan beraneka macam bunga dan wangi-wangian untuk menambah suasana romantis. Kemudian sang pria dapat membelai rambut sang wanita, memeluk, mencium, meraba-raba bagian sensitif dari tubuhnya. Hal ini dapat dilakukan sambil bercerita tentang segala sesuatu sampai akhirnya sang wanita merasakan getaran-getaran asmara dan tergugah birahinya. Setelah semua siap dan merasa birahi maka dilakukanlah hubungan seksual dengan penuh kasih sayang. Di akhir hubungan badan, masing-masing secara spontan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, kemudian duduk berdampingan sambil bercerita sesuatu yang menyenangkan, memberi pelukan ringan, saling bersuap minuman dan makanan, atau juga dapat keluar rumah untuk menikmati cahaya rembulan.
Apabila dijelaskan dan diuraikan seluruhnya maka sesungguhnya ada 64 (enampuluh empat) keterampilan hubunganh seksual yang harus dipelajari oleh setiap pasangan. Keenampuluh empat keterampilan itu meliputi keterampilan pelukan, keterampilan ciuman, keterampilan mencakar dengan kuku, keterampilan gigitan, keterampilan berbaring dan posisi hubungan, keterampilan pukulan (tamparan), keterampilan merubah posisi wanita berlaku seperti pria, keterampilan hubungan dengan mulut, dan keterampilan memulai dan mengakhiri hubungan. Dikatakan dalam Kamasutra bahwa seorang pria yang memiliki 64 keterampilan ini dipandang dengan penuh cinta kasih oleh isterinya sendiri, oleh isteri-isteri orang lain dan juga oleh para wanita penghibur
my review here custom sex doll,dildos,wholesale sex toys,silicone sex doll,dog dildo,dildo,sex toys,vibrators,dildos i thought about this
BalasHapus